Kondisi Finansial Klub Sepak Bola Kala Pandemi
Covid-19 punya dampak yang luar biasa di dunia sepak bola dari sisi olahraga dan finansial.
Melalui laporan tahunannya, Deloitte membeberkan 20 klub terkaya di dunia sepak bola saat ini.
Untuk pertama kalinya sejak laporan ini dibuat, semua klub mengalami kerugian yang signifikan dari segi pendapatan.
“Kami memperkirakan sekitar 20 klub yang ada di Money League akan kehilangan lebih dari 2 miliar euro dari segi revenue atau pendapatan kotor dari musim 2019-2020 sampai akhir musim 2020/2021 ini,” kata perusahaan tersebut.
Apabila dikonversikan ke mata uang rupiah (1 euro = 17.015,57 per 29 Januari 2021), maka seluruh kerugian 20 klub terkaya ini adalah sekitar Rp34 triliun.
“Utamanya, hal tersebut didorong dari berkurangnya pendapatan saat pertandingan, terkait ketidakhadiran penonton, juga dengan pemotongan hak siar dari penyiar dan beberapa dampak komersial yang berkurang potensinya akibat masa ini.”
Berikut adalah 20 klub terkaya di tahun 2020 dari sisi pendapatan menurut laporan terbaru Deloitte berjudul “Testing times, Football Money League” yang dipublikasi Januari 2021.
Barcelona (715 juta euro atau Rp 12 T)
Tim raksasa asal La Liga ini sedang dihantam krisis ekonomi yang luar biasa.
Walaupun terdampak krisis, Blaugrana masih memimpin secara revenue di angka 715 juta euro.
Namun, angka tersebut mengalami penurunan 125 juta euro dari tahun lalu atau sekitar Rp 2 triliun.
Banyaknya pemain yang dijual seperti Luis Suarez, Miralem Pjanic, Nelson Semedo, Arturo Vidal dan lain-lain dimaksudkan untuk mengurangi beban gaji Barcelona serta menyehatkan neraca keuangan.
Real Madrid (714,9 juta euro atau Rp 12 T)
Los Blancos berada di peringkat pertama pada 2020 dan sangat mendekati posisi tahun lau di 2021 ini.
Los merengues hanya kehilangan 42 juta euro (Rp 714 M).
Banyaknya pemain yang dijual atau dipinjamkan seperti James Rodriguez, Martin Ødegaard, Dani Ceballos, Achraf Hakimi, Sergio Reguilon, Takefusa Kubo, Gareth Bale dan beberapa pemain lain menjadi langkah cerdas manajemen untuk memangkas kerugian sebesar mungkin.
Saat masa sulit seperti ini, penjualan merchandise justru meningkat sebesar 8%.
Bayern Munich (634,1 juta euro atau Rp 10,7 T)
Sang juara Champions League naik 1 peringkat dan berhasil masuk ke 3 besar untuk yang pertama kalinya.
Suksesnya prestasi di lapangan berimbas ke meledaknya penjualan merchandise dan membuat klub asal Bavaria tersebut mencatatkan rekor penjualan terbanyak sepanjang masa.
Tim besutan Hansi Flick ini berhasil meraih treble dengan mendapatkan gelar Bundesliga, UCL dan DFB Pokal.
Bayern Munich juga bisa memanfaatkan tren sosial media di mana mereka sangat aktif di Tik Tok.
Manchester United (580 juta euro atau Rp 9,8 T)
Manchester United terus menurun dari daftar tim terkaya di dunia dalam beberapa tahun terakhir.
Terakhir, The Red Devils menduduki peringkat 1 adalah di tahun 2017, sudah lewat 5 tahun yang lalu.
Krisis prestasi sepak bola dimulai oleh Ed Woodward, executive vice-chairman di klub tersebut.
Pada tahun 2020 lalu, klub ini mengalami penurunan keuntungan sampai 131 juta euro (Rp 2,2 T).
United mengalami penurunan sebesar 19% dari musim sebelumnya, yaitu musim 2019-2020.
Liverpool (558 juta euro atau Rp 9,4 T)
Liverpool berkembang menjadi tim yang spektakuler dalam 5 tahun belakangan.
Dipimpin oleh Jurgen Klopp, klub asal Merseyside berhasil membawa tim ini dari tim terkaya di nomor 9 pada tahun 2017 sampai hari ini di peringkat 5.
Menjuarai Champions League dan Premier League adalah kunci meroketnya pendapatan klub ini.
Pandemi virus corona ini membuat pendapatan Liverpool menurun 8% dari tahun sebelumnya.
Manchester City (549 juta euro atau Rp 9,3 T)
Tim besutan Pep Guardiola ini mengalami penurunan sebesar 11% dari tahun sebelumnya.
Tahun 2019, Manchester City mendapatkan revenue sebesar 610,6 juta euro.
Revenue ini terdiri dari 3 aspek pemasukan, yaitu matchday revenue, broadcast revenue dan commercial revenue.
Dari 3 aspek di atas, hanya commercial revenue yang mengalami kenaikan, sisanya penurunan.
Tahun 2020, commercial revenue Manchester City ada di angka 285 juta euro, naik dari tahun sebelumnya yaitu 261 juta euro.
Paris Saint-Germain (540 juta euro atau Rp 9,1 T)
Musim 2019-2020 adalah peringatan 50 tahun berdirinya Paris Saint-Germain.
Musim tersebut adalah salah satu yang tersukses yang pernah diraih sang juara Perancis tersebut.
Mereka berhasil mendapatkan treble secara domestik dan masuk ke final Champions League untuk yang pertama kalinya sepanjang sejarah mereka.
Sayangnya, pendapatan mereka berkurang 15% dari tahun 2019.
Pada tahun 2020, Les Parisiens mendapatkan penghasilan sebesar kotor sebesar 635 juta euro (Rp 10,9 T).
Chelsea (469 juta euro atau Rp 7,9 T)
Pendapatan Chelsea menurun sebesar 9% dari tahun sebelumnya.
Untungnya, tim ini berhasil masuk ke Champions League musim ini sehingga bisa mendapatkan jatah hak siar yang lebih tinggi ketimbang Europa League, kompetisi yang diikuti The Blues semusim sebelumnya.
Namun, pemotongan jatah hak siar di semua kompetisi tetap terjadi sebesar 9% (20 juta euro atau Rp 340 M) secara keseluruhan.
Mengingat sulitnya mendapatkan penggemar datang ke stadion, Chelsea mengalihkan fokusnya kepada sosial media.
Kerjasama sponsor dengan Three, sebuah perusahaan provider telekomunikasi di Inggris adalah salah satu langkah cerdas guna memanfaatkan digital engagement klub asal London ini.
Tottenham Hotspur (445 juta euro atau Rp 7,5 T)
Musim 2019-2020 adalah musim pertama Tottenham Hotspur dengan stadion baru, yaitu Tottenham Hotspur Stadium.
Sayangnya, pandemi virus corona melanda.
Pendapatan Spurs berkurang sebesar 15% (75,4 juta euro atau Rp 1,2 T).
Prestasi di lapangan juga mempengaruhi pendapatan, di mana pada musim 2019-2020, Spurs hanya bisa mencapai babak 16 besar Champions League di mana sebelumnya bisa sampai masuk final.
Musim ini, Spurs mengalami penurunan total keseluruhan pendapatan hak siar yang signifikan (122 juta euro atau Rp 2 T) karena hanya bisa masuk Europa League setelah musim sebelumnya ada di Champions League.
Secara matchday revenue dan commercial revenue, Tottenham naik dari tahun sebelumnya karena berhasil mengadakan 2 pertandingan NFL di Oktober 2019, produksi dokumenter Amazon All or Nothing serta kerjasama baru dengan HSBC.
Juventus (397 juta euro atau Rp 6,7 T)
Juara Serie A 9 kali secara berturut-turut ini mengalami penurunan pendapatan sebesar 13% (61,8 juta euro atau Rp 1 T).
Hanya dari segi commercial revenue saja Juventus mengalami kenaikan akibat kontrak baru dengan sponsor utama, Jeep, sebesar 25 juta euro (Rp 425 M).
Fokus Juventus saat ini adalah untuk mengembangkan branding secara domestik dan internasional melalui inovasi seperti kolaborasi brand fashion, tempat penginapan J-Hotel dan Juventus TV di platform Amazon Prime.
Arsenal (388 juta euro atau Rp 6,6 T)
The Gunners mengalami penurunan sebesar 13% (57,2 juta euro atau Rp 973 M) dari pendapatan tahun 2019.
Broadcast revenue menjadi sumber paling besar dari berkurangnya pendapatan, yaitu dari 211 juta euro (Rp 3,5 T0 menjadi 136 juta euro saja (Rp 2,3 T) di tahun 2020.
Namun, commercial revenue Arsenal mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yaitu 36 juta euro (Rp 612 M).
Pendapatan komersial tersebut didapat dari kontrak baru dengan Emirates selaku sponsor utama serta produsen perlengkapan olahraga asal Jerman, yaitu Adidas, yang menggeser Puma.
Borussia Dortmund (365 juta euro atau Rp 6,2 T)
Die Borussen adalah tim dengan kerugian paling sedikit di antara 20 tim di daftar ini.
Borussia Dortmund hanya kehilangan 6 juta euro (Rp 102 M) dari pendapatan tahun 2019.
Meskipun kehilangan 13,3 juta euro (Rp 226 M) karena pertandingan diadakan tanpa penonton, nyatanya tim besutan Edin Terzic saat ini mengalami peningkatan dari segi hak siar sebesar 2,5 juta euro (Rp 42 M) dan secara komersial sebesar 4,8 juta euro (Rp 81 M).
Masa depan secara komersial terlihat cerah bagi Dortmund.
Kontrak dengan Sportfive baru diperpanjang sampai 2026, sementara kesepakatan dengan Puma juga berjalan serupa dengan kontrak baru.
Lalu, Dortmund punya 2 sponsor utama di baju depan, di mana seragam dengan tulisan Evonik akan dipakai di ajang Champions League, sementara seragam dengan tulisan 1&1 hanya ditampilkan di Bundesliga.
Atletico Madrid (331 juta euro atau Rp 5,6 T)
Tim asal ibu kota Spanyol ini kehilangan 10% dari pendapatan tahun sebelumnya, yaitu 35,8 juta euro (Rp 609 M).
Dengan baru didirikannya Stadion Wanda Metropolitano, klub ini tentunya ingin untuk memaksimalkan peluang untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dari kehadiran penonton, apabila sudah ada kesempatannya kelak.
Dengan konsistennya prestasi Atletico Madrid di Liga dan Champions League dalam beberapa musim terakhir, wajar pendapatan tim ini konsisten berada di salah satu klub terkaya di dunia.
Musim ini saja, mereka sangat diunggulkan untuk juara La Liga dan berhasil melaju ke babak gugur Champions League.
FC Internazionale Milano (291 juta euro atau Rp 4,9 T)
Musim 2019-2020 adalah salah satu prestasi Inter Milan terbaik di lapangan dalam beberapa musim terakhir, yaitu menjadi runner-up di Serie A dan Europa League.
Sayangnya, hal tersebut tidak diikuti dengan turunnya pendapatan tahun 2020 sebesar 20% atau 73,1 juta euro (Rp 1,2 T).
Namun, sejumlah 51 juta euro (Rp 867 M) keuntungan di musim 2019-2020 ditangguhkan sampai akhir tahun 2021 karena sempat ada penundaan di tengah musim tersebut karena pandemi virus corona.
Konsisten dengan berkembangnya tren di sepak bola Eropa, Inter memutuskan untuk membeli kembali hak penjualan merchandise (kecuali penjualan seragam tim utama) dari Nike.
Kini, Inter bisa mengatur sendiri bagaimana penjualan berbagai merchandise dan berharap bisa mendapatkan keuntungan yang signifikan di masa depan.
FC Zenit (236 juta euro atau Rp 4 T)
Pada saat sulit semacam ini, tim asal Rusia ini justru mengalami kenaikan pendapatan sebesar 31% atau 56 juta euro (Rp 954 M).
Selain itu, angka tersebut menandakan Zenit adalah tim terbesar secara pendapatan di daftar 20 tim ini.
Zenit adalah satu-satunya tim dari 20 tim di daftar ini yang tidak termasuk dari 5 liga top di Eropa.
Hubungan kuat dengan sponsor utama, Gazprom, membuat pendapatan komersial Zenit bertumbuh sebesar 14%, menjadi 175 juta euro (Rp 2,9 T).
Terlebih lagi, Zenit baru pindah ke stadion baru yang dibuat untuk Piala Dunia 2018 lalu, sehingga berimbas juga dengan pendapatan matchday, yaitu 15 juta euro (Rp 255 M).
Pendapatan hak siar Zenit juga bertambah 3 kali lipat berkat masuk ke Champions League, dengan total sebesar 47 juta euro (Rp 799 M).
Schalke 04 (222 juta euro atau Rp 3,7 T)
Pendapatan Schalke berkurang sebesar 31% atau 102 juta euro (Rp 1,7 T) karena tidak ikut dalam kompetisi sepak bola Eropa baik Champions League atau Europa League.
Selain itu, hal tersebut diperburuk dengan rekor tidak pernah menang selama 9 bulan di Bundesliga yang akhirnya selesai juga di Januari 2021 dengan kemenangan.
Schalke baru saja memperbaharui nilai kontrak dengan Harfid dan kolaborasi konten dengan Onefootball untuk terus menjaga kesehatan keuangan klub.
Padahal, The Royal Blues adalah klub ketiga terbesar secara nilai kontrak sponsor di Bundesliga, di belakang Bayern dan rival Revierderby, Dortmund.
Everton (212 juta euro atau Rp 3,6 T)
Meskipun terdampak pandemi virus corona, nyatanya Everton justru berhasil mencatatkan peningkatan pendapatan di tahun 2020.
Pada tahun 2019, Everton berhasil mendapatkan 210,5 juta euro (Rp 3,5 T).
Penurunan memang terjadi dari segi matchday revenue (18%, 3 juta euro atau Rp 51 M) dan broadcasting revenue (27%, 40 juta euro atau Rp 680 M).
Namun dari sisi commercial revenue, The Toffees mendapatkan kenaikan yang signifikan (104%, menjadi 87 juta euro (Rp 1,4 T).
Cazoo, sebuah perusahaan rental mobil online sebagai sponsor utama baru serta Hummel sebagai penyedia seragam baru adalah faktor meroketnya pendapatan secara komersial.
Olympique Lyonnais (180 juta euro atau Rp 3 T)
Lyon mengalami penurunan pendapatan sebesar 18% atau 40 juta euro (Rp 684 M) di tahun 2020 ini.
Penurunan terbesar disumbangkan dari tidak ikutnya mereka ke ajang Champions League musim ini, kehilangan pendapatan hak siar sebesar 24 juta euro (Rp 408 M).
Musim lalu, Lyon terpaksa finish di peringkat 7 klasemen akhir Ligue 1 dengan 10 pertandingan tersisa, dihentikan karena pandemi virus corona.
Peringkat 7 adalah pencapaian terburuk Lyon selama abad 21 ini.
SSC Napoli (176 juta euro atau Rp 2,9 T)
I Partenopei mengalami penurunan sebesar 15% dari pendapatan tahun 2019, yaitu 31 juta euro (Rp 527 M).
Semua kanal pendapatan mulai dari commercial, broadcast sampai matchday Napoli berkurang.
Pada sisa musim 2019-2020 lalu, Napoli harus bermain 6 pertandingan kandang tanpa penonton.
Tidak ikutnya Napoli ke Champions League di musim ini sejak terakhir pada musim 2015-2016 tentunya membuat pendapatan berkurang.
Napoli adalah klub Serie A ke-6 yang merambah ke Tik Tok guna menjaring lebih banyak penggemar dan traffic dari seluruh dunia.
Eintracht Frankfurt (174 juta euro atau Rp 2,9 T)
Ini adalah kali pertama Frankfurt berhasil masuk ke dalam daftar ini meskipun mengalami penurunan pendapatan sebesar 5% (8,2 juta euro atau Rp 139 M).
Dalam 5 tahun terakhir, klub ini berhasil menambah commercial revenue sebesar 60% dari 27,9 juta euro di 2015-2016 menjadi 44,4 juta euro di 2019-2020 berkat perubahan strategi manajemen klub.
Sejak musim 2020-2021 ini, Frankfurt berhasil mengambil alih manajemen stadion yang sebelumnya dikelola oleh pemerintahan setempat.
Pingback: Rivalitas Arsenal-Manchester United Sudah Mereda
Pingback: Rincian Gaji Lionel Messi di Barcelona Terungkap
Pingback: 10 Hal Penting Barcelona vs Paris Saint-Germain yang Harus Kamu Tahu
Pingback: 7 Pemain Manchester United Ini Bisa Debut atau Comeback
Pingback: 10 Pemain Sepak Bola dengan Bayaran Termahal di Tahun 2021
Pingback: Rencana Transfer PSG: Mbappe, Neymar, Messi, Wijnaldum dan Lainnya
Pingback: 10 Tim Sepak Bola dengan Jumlah Fans Terbanyak di Dunia Tahun 2021
Pingback: Penjelasan Lengkap Sistem Liga Super Eropa, European Super League