Connect with us

Artikel Top Peluit

Sejarah Catenaccio, Sistem Pertahanan Grandel Sepak Bola Ala Italia

Catenaccio adalah salah satu cara bermain yang kerap dipertunjukan oleh Timnas & klub Italia. Bagaimana sejarahnya & perkembangan catenaccio?

Timnas Italia adalah tim yang dulunya terkenal dengan sistem permainan catenaccio (kredit foto: iniestarodeado.com)

Sejarah Catenaccio, Sistem Pertahanan Grandel Sepak Bola Ala Italia

Catenaccio adalah sistem atau taktik permainan di sepak bola yang mengedepankan pertahanan yang kuat dan memaksimalkan pemain cepat untuk melakukan serangan balik. Sistem bermain Catenaccio ini mulai muncul dan terkenal di Italia sekitar tahun 1960-an. Catenaccio sendiri berasal dari bahasa Italia yang berarti baut. Oleh karena memiliki arti baut, maka Catenaccio kerap juga disebut dengan sistem pertahanan gerendel oleh media-media olahraga ternama di Italia, bahkan dunia.

Banyak pihak yang mengatakan bahwa awalnya cara bermain tersebut berasal dari dua pelatih legendaris asal Italia, Nereo Rocco & Helenio Herrera.

Akan tetapi, pada mulanya cara bertahan gerendel tersebut sudah ada ketika pelatih asal Austria, Karl Rappan mempopulerkannya terlebih dahulu.

Karl Rappan (kredit foto: Bert Verhoeff, Nationaal Archief)

Karl Rappan (kredit foto: Bert Verhoeff, Nationaal Archief)

Pelatih yang banyak menghabiskan karir sepakbolanya di Swiss tersebut mulai memperkenalkan taktik bermain secara defensif dengan baik ketika mengarsiteki Timnas Swiss.

Saat itu pada tahun 1937, menjelang Piala Dunia 1938 di Perancis, Karl Rappan mencoba sebuah pola 2-3-5 dengan mengandalkan seorang sweeper.

Tugas dari sweeper ini adalah melapisi pertahanan yang terkenal dengan istilah WM dan melakukan cover area.

Formasi WM (kredit foto: wikipedia)

Formasi WM (kredit foto: wikipedia)

Hasilnya akan memberikan kekuatan dalam bertahan yang lebih optimal.

Dalam laga persiapan menghadapi Piala Dunia, Swiss sukses mengalahkan Inggris di pertandingan persahabatan

Hingga puncaknya pada World Cup 1938, Swiss tampil militan sepanjang pergelaran turnamen.

La Nati berhasil menjungkalkan Jerman yang digdaya saat itu di babak 16 besar sebelum harus kandas dari Hungaria sang finalis di babak perempat final.

Setelah perang dunia kedua berakhir, geliat sepak bola di benua Eropa semarak kembali dengan kehadiran kompetisi-kompetisi top benua biru.

Bergeser ke Italia, melihat kesuksesan dalam menerapkan taktik bertahan yang cukup kompleks, sistem permainan Karl Rappan coba diadopsi oleh pelatih-pelatih Italia.

Pertama adalah seorang pelatih asal klub Salernitana, Giuseppe ‘Gipo’ Viani, sayang saat itu Gipo Viani belum menemukan kesuksesan masif.

Baru pada saat Nereo Rocco mengimplementasikan taktik Catenaccio ke dalam pola permainannya, silih berganti piala datang kepadanya.

Taktik Catenaccio Ala Nereo Rocco Bersama AC Milan

Nereo Rocco adalah legenda sepak bola Italia asal kota Triestina.

Pelatih kelahiran Trieste, 2o Mei 1912 adalah pelopor taktik catenaccio di Italia.

Beliau mengawali kejayaan bersama AC Milan di tahun 1961, selepas mengarsiteki Timnas Italia pasca Olimpiade 1960.

Dalam dua periode menangani I Rossoneri, Rocco memberikan banyak gelar kepada tim yang bermarkas di San Siro ini.

Kala itu, tidak hanya gelar domestik seperti scudetto maupun Coppa Italia, tetapi bahkan sampai gelar di Eropa.

Champions Cup (sekarang UEFA Champions League) dan Winners Cup bukti persembahan Rocco untuk AC Milan.

Dalam masa baktinya bersama Milan, Rocco identik dan terkenal dalam menggunakan skema permainan catenaccio.

Formasi 1-3-3-3 adalah skema favorit seorang Rocco kala membesut AC Milan.

Timnya sangat terkenal karena etos kerja, kekuatan fisik mereka, serta strategi taktis mereka yang sederhana namun efektif dan pragmatis.

AC Milan hampir memiliki segalanya sebagai tim yang sempurna dalam berkompetisi, baik di Italia maupun di Eropa.

Kekuatan bertahan mereka, kemampuan untuk melakukan serangan balik cepat dengan bola-bola panjang terukur, dan kemampuan mencetak gol setelah memenangkan penguasaan bola adalah nilai tambah mereka saat itu.

Bukan hanya secara estetis menyenangkan untuk ditonton, tetapi juga memberikan dampak yang besar secara hasil permainan tim.

Selama masa kerjanya bersama Milan, ia memanfaatkan seorang Gianni Rivera sebagai playmaker tim di lini tengah untuk menjadi inisiator kreativitas tim dan pengatur serangan.

Nereo Rocco adalah sosok motivator yang sangat baik dan kerap menumbuhkan mentalitas pemenang kepada anak asuhnya.

Rocco acap kali mendiskusikan taktik tim dan peran para defender kala bertahan saat makan malam bersama.

Selain kecerdasan taktiknya, Rocco juga adalah sosok terkenal karena kepribadiannya yang karismatik, kepemimpinan, dan selera humornya.

Meskipun kepribadiannya pemalu, tetapi di mata pemain Rocco dikenal sebagai sosok yang sangat bersemangat di bangku cadangan selama pertandingan.

Dia juga menjadi populer karena gurauannya, yang sering dia katakan kepada pemain agar suasana menjadi cair dan pemain bisa lebih fokus ke pertandingan.

Taktik Pertahanan Gerendel Helenio Herrera Bersama Inter Milan (1/2)

Nama lain yang juga sangat terkenal dengan skema pertahanan gerendel adalah allenatore asal Argentina, Helenio Herrera.

Pelatih bernama lengkap Helenio Herrera Gavilan ini adalah pelatih legendaris Inter Milan dengan segudang prestasi bersama I Nerazzurri.

Hampir sama dengan Nereo Rocco, Helenio Herrera mulai menukangi Inter Milan pertama kali pada tahun 1960.

Bersama La Beneamata, Herrera sukses menancapkan kesuksesan besar dengan menjuarai Serie A tiga musim.

Selain itu, juara Liga Champions juga berhasil Herrera daratkan sebanyak dua kali yaitu pada musim 1963-1964 dan 1964-1965.

Ketika aktif bermain, Herrera adalah salah seorang bek kawakan yang melanglang buana ke Racing Casablanca, Stade Francais, Excelsior Roubaix hingga Red Star Olympique.

Tahu dirinya seorang pemain bertahan yang cukup andal, Herrera menerapkan hal tersebut ke dalam tim yang dilatihnya termasuk Inter Milan.

Herrera membuat Inter menjadi tim yang kuat saat bertahan dan berlapis.

Formasi standar Herrera di Inter adalah sistem 5-3-2, yang hampir selalu menyertakan seorang sweeper (biasanya kapten tim, Armando Picchi), serta empat bek yang menjaga penjagaan.

Dia secara terbuka meremehkan tim yang memiliki obsesi untuk mendominasi penguasaan bola karena itu bisa menjadi bumerang bagi lawannya.

Taktik Pertahanan Gerendel Helenio Herrera Bersama Inter Milan (2/2)

Sayang taktik catenaccio pragmatisnya di Inter sering mendapatkan kritikan karena menghasilkan sedikit gol dan  membosankan karena terlalu bertahan.

Herrera tidak memperdulikan anggapan tersebut dan tetap setia menggunakan pakem favoritnya selama melatih Inter Milan.

Dalam sebuah wawancaranya dengan media lokal Italia, Helenio Herrera berujar bahwa penggunaan skema bertahannya sangat lazim dan umum.

Masalahnya adalah sebagian besar orang yang meniru saya, meniru dengan salah.

Mereka lupa memasukkan prinsip menyerang yang disertakan Catenaccio.

Saya memiliki [Armando] Picchi sebagai seorang sweeper dan saya juga punya [Giacinto] Facchetti, full-back pertama yang mencetak gol sebanyak  penyerang.”

Selain kekuatan dan organisasi pertahanan tim saat bertahan, ada juga beberapa elemen kunci dari tim Grande Inter Herrera tahun 1960-an.

Hal tersebut adalah penggunaan sepak bola vertikal dan serangan balik yang sangat cepat serta efisien dan memungkinkan tim lawan untuk mencetak gol seminim mungkin.

Hal ini mungkin terjadi karena Herrera menggunakan bek sayap yang sangat cepat dan energik, seperti Giacinto Facchetti, dan Tarcisio Burgnich yang sering kali mengejutkan lawan mereka.

Setelah memenangkan Liga Champions berturut-turut pada tahun 1964 dan 1965, gaya permainan catenaccio dari Helenio Herrera mengalami pukulan besar di final 1967 Lisbon.

Kala itu, The Boys (julukan Celtic FC) mengalahkan Inter Milan-nya Helenio Herrera di babak puncak.

Banyak pengamat sepak bola yang mengatakan bahwa kemenangan dalam dunia sepak bola adalah berhasil melawan catenaccio yang sangat defensif.

Walaupun demikian, kesuksesan tetap menaungi sepak bola Italia, baik itu klub-klub dan tim nasional mereka karena tetap mampu memenangi beberapa kejuaraan dengan skema catenaccio.

Salah satu yang tidak terlupakan bagaimana skuat Italia asuhan Marcello Lippi mengangkat setinggi-tingginya Piala Dunia 2006 di Jerman.

Meskipun banyak mendulang kesuksesan di masa lampau, kini strategi catenaccio mulai banyak ditinggalkan karena dinilai sudah usang.

Selain itu, dengan berkembangnya sepak bola di masa modern, semua tim kini semakin berlomba-lomba untuk memperkuat tim dari segi strategi dan kemampuan bermain untuk mencetak gol sebanyak-banyaknya sehingga meraih kemenangan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LIKE US ON FACEBOOK

P