Connect with us

Artikel Top Peluit

Apa itu Farmers League (Liga Petani) dan Mengapa Menjadi Bahan Tawa?

Kita mengenal “5 Liga Top Eropa” yang terdiri dari Liga Inggris, Spanyol, Italia, Jerman dan Perancis. Namun ada pula “Liga Petani”.

Jika mendengar istilah farmers league, maka sebetulnya ini bukanlah liga para petani.

Basis penggemar sepak bola online era sosial media modern mulai mempopulerkan ledekan ini.

Apa dan bagaimana sebetulnya Liga Petani itu?

Begini fakta dan sejarahnya 👇

Apa Itu Liga Petani Alias Farmers League?

Liga Petani alias Farmers League adalah istilah merendahkan nan meledek yang berkembang di fans sepak bola online.

Istilah Liga Petani merujuk pada suatu liga atau kompetisi sepak bola yang kekurangan kualitas dan daya saing antar satu tim dengan yang lain.

Sederhananya, sudahlah liganya jelek, yang juara itu-itu saja.

Tidak ada yang benar-benar tahu dari mana awal mula kemunculan istilah Liga Petani alias Farmers League.

Namun, diduga istilah ini lahir dari para penggemar Premier League atau Liga Inggris.

Terkadang, istilah yang tujuannya untuk meledek ini memiliki arti lain.

Liga Petani juga memiliki arti sebuah kompetisi di mana para pemainnya memiliki profesi utama sebagai petani.

Oleh karena profesi utamanya adalah petani, maka kemampuan bermainnya tentu tidak sebagus pemain sepak bola profesional.

Liga Mana Saja yang Termasuk Farmers League?

Premier League sendiri merupakan liga paling terkenal di dunia karena faktor banyaknya bintang bertebaran di sana.

Para bintang ini bersedia bermain di Inggris karena banyaknya uang yang beredar di sana.

Menurut data Transfermarkt per 25 Januari 2022, Premier League menjadi liga yang paling bernilai di antara 5 liga top Eropa lainnya.

Premier League berada di urutan pertama dengan overall value 8,79 miliar euro, disusul La Liga (4,78), Serie A (4,76), Bundesliga (4,15), dan Ligue 1 (3,63).

Nilai ini adalah akumulasi jumlah hitungan dari berbagai variabel seperti gaji pemain dan perkiraan harga jual pemain.

Tidak hanya itu, secara prestasi pun, Inggris kerap menghasilkan juara yang berbeda-beda sejak tahun 2010.

Hal tersebut menunjukkan betapa kompetitifnya liga ini.

Sejak tahun 2010, kita sudah melihat 5 tim berbeda menjuarai Premier League.

Sementara itu, kekuatan La Liga sudah bisa terbaca sejak awal musim.

Juara Liga Spanyol kemungkinan besar antara Real Madrid (3) atau Barcelona (7), sementara itu Atletico (2) sesekali menyulitkan duet El Clasico tersebut.

Buktinya, Real Madrid sudah 3 kali juara La Liga sejak 2010, sementara Barcelona 7 dan Ateltico 2.

Kemudian, Serie A lebih parah lagi, Juventus berhasil juara 9 kali beruntun sejak musim 2011-2012 hingga 2019-2020, Inter Milan hanya bisa juara 2 kali serta AC Milan sekali.

Lalu, Bayern Munich juara 10 kali dalam 12 musim terakhir di Bundesliga.

Dalam 10 gelar juara itu, 9 di antaranya datang pada 9 musim terakhir, hanya Borussia Dortmund (2) yang menyaingi Die Bavarian.

Terakhir ada PSG dari Ligue 1 yang dengan suntikan dana Qatar berhasil juara 7 kali dari 12 musim Liga Perancis terakhir.

Lille berhasil juara 2 kali di periode tersebut, sementara Montpellier, Marseille dan Monaco masing-masing 1.

Selain itu, Inggris terkenal dengan istilah top six untuk menggambarkan enam tim yang selalu berjuang di papan atas.

Sementara itu, di liga-liga lain, tidak pernah ada istilah tersebut karena sebagian besar hanya ada 2 atau 3 tim yang bisa bersaing untuk juara.

Mengapa Liga-Liga Lain Bisa Tertinggal dari Inggris?

Pemasukan utama dari liga sepak bola adalah hak siar.

Premier League sendiri baru berdiri pada 1992 dari ketidakpuasan para peserta klub terkait pembagian hasil uang hak siar.

Oleh karena itu, mereka menciptakan liga baru dengan menjual hak siar yang lebih mahal ke Sky, perusahaan penyiaran dan telekomunikasi Britania Raya.

Semenjak saat itu, klub-klub Inggris mulai aktif dalam bursa transfer pemain dengan mendatangkan para bintang terbaik di seluruh dunia.

Hal tersebut terus berlanjut hingga hari ini.

Tidak hanya itu, jam sepak mula di Inggris kini disesuaikan dengan waktu penonton di seluruh belahan dunia, mulai dari benua Amerika, Asia, Afrika bahkan Eropa itu sendiri.

Dengan semakin banyaknya perputaran uang di Premier League melalui hak siar, maka rombongan sponsor akan datang dengan sendirinya secara sukarela membiayai Liga Inggris ini.

Efek domino dari gebrakan Liga Inggris ini terus terasa dari 1992 hingga 30 tahun kemudian, yaitu 2022.

Hal tersebut tidak terlalu liga-liga top Eropa lain ikuti.

Gebrakan secara finansial ini patut menjadi pelajaran bagi semua liga jika ingin bersaing menjadi yang terbaik dari segi finansial.

Pasalnya, uang hak siar ini selalu dibagikan secara merata oleh operator liga ke semua peserta klub.

Bahkan, pada musim 2020-2021 ketika Sheffield United terdegradasi dari Premier League, mereka masih mendapatkan lebih banyak uang (153 juta poundsterling) ketimbang runner-up atau peringkat 2 Serie A, AC Milan (148 juta poundsterling).

Dengan semua kondisi di atas, wajar apabila Premier League kini cenderung menjadi tujuan utama dari para pemain sepak bola.

Maka dari itu, para pemain terbaik dengan bayaran termahal cenderung ingin bermain di Premier League karena penawaran pembayaran gaji yang menggiurkan.

Tidak heran apabila tidak sedikit penggemar Liga Inggris yang menyebut 4 liga lainnya sebagai Liga Petani diiringi dengan tawa meledek.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LIKE US ON FACEBOOK

P