Connect with us

Artikel Top Peluit

Christophe Galtier, Pelatih Terbaik Ligue 1 Musim Lalu Ingin Latih Perancis

Gemilangnya kisah pria asal Marseille ini bisa saja berlanjut ke timnas. Ia membawa Lille lolos dari degradasi hingga juara Liga Perancis.

Christophe Galtier (kredit foto: Zabulon Laurent/ABACA)

Christophe Galtier mendadak menjadi buah bibir di Perancis.

Setelah juara Ligue 1 bersama Lille, ia langsung mengundurkan diri dan bergabung ke OGC Nice.

Keputusannya terbilang tepat: Nice berada di peringkat 2 saat ini.

Selengkapnya tentang Galtier 👇

Christophe Galtier Ingin Latih Perancis

Christophe Galtier mengonfirmasi bahwa ia tertarik menjadi pelatih tim nasional senior Perancis.

Pernyataan tersebut ia berikan pekan lalu kepada France Info.

“Tim Perancis, aku pikir adalah hal terbaik untuk seorang pelatih: melatih negaramu, melatih timnasmu, itu seru, menarik, dan sulit.” -Christophe Galtier – France Info, Januari 2022.

Galtier kini melatih tim Ligue 1, OGC Nice.

Musim lalu, ia membawa LOSC Lille menjuarai Ligue 1 yang mana secara mengejutkan mengalahkan PSG di peringkat 2.

Lebih mengejutkan lagi, Christophe Galtier langsung pindah ke Nice yang hanya selesai di peringkat 9 klasemen akhir Ligue 1.

Kehebatan Galtier ternyata berlanjut di Nice: peringkat 2 klasemen sementara Ligue 1 dan melaju ke babak 8 besar Cope de France (Piala Perancis) dengan menyingkirkan PSG.

Sebagai pemain, Galtier pernah menjuarai Euro U21 tahun 1988 bersama Perancis, namun tidak pernah bermain untuk tim nasional senior.

Musim lalu, Galtier meraih penghargaan pelatih terbaik dari France Football karena berhasil menjuarai Ligue 1 bersama Lille.

Nasib Kontrak Pelatih Perancis Saat Ini

Sementara pelatih kepala tim nasional Perancis saat ini yakni Didier Deschamps, masa kontraknya akan habis setelah Piala Dunia 2022 Qatar.

Meskipun begitu, tetap ada kemungkinan Deschamps akan terus berlanjut dengan pekerjaannya sekarang.

Pihak FFF selaku federasi sepak bola Perancis tentu puas dengan segala pencapaian Deschamps.

Selain juara Piala Dunia (World Cup) 2018, Nations League 2022, serta runner-up Piala Eropa (Euro) 2016 menjadi bukti bahwa Perancis adalah tim yang kompak dengan kualitas skuad bintang lima.

Deschamps sudah melatih Perancis sejak tahun 2012, selepas Euro tahun tersebut.

Saat itu, pelatih Perancis sebelumnya yakni Laurent Blanc telah mengundurkan diri dari jabatannya.

Chistophe Galtier Bukan Pemain Hebat Pada Masanya

Sebagai pemain, Christophe Galtier tidak memiliki karir cemerlang seperti bintang Perancis lainnya.

Sebagai mantan bek tengah, Galtier tentu sudah kalah saing. Dibandingkan dari tinggi badannya yang hanya 174 cm.

Hal itu berbanding lurus dengan CV tim-tim yang ia perkuat: Marseille, Lille, Toulouse, Angers, Nimes, dan Marseille di Perancis, Monza asal Italia dan Liaoning dari Tiongkok.

Tidak ada tim yang benar-benar berjaya pada masa itu, kurun waktu 1985 hingga 1999.

Selama 14 tahun berkarir, pria kelahiran Marseille, Perancis 26 Agustus 1966 itu juga tidak pernah meraih trofi.

Prestasi terbaiknya adalah menjadi runner-up atau peringkat 2 di Coupe de France (Piala Perancis) pada musim 1986-1987 bersama Marseille.

Namun, hal itu berbeda ketika menjadi pelatih.

Galtier memulai karirnya sebagai pelatih Saint-Etienne pada tahun 2009 hingga 2017.

Trofi Coupe de la Ligue (Piala Liga Perancis, sekarang sudah tiada) musim 2012-2013 hadir sebagai trofi pertama sepanjang karirnya.

Selama 361 pertandingan bersama Saint-Etienne, Galtier berhasil mempersembahkan 40,72% kemenangan (147) dan hanya kalah 29.08% saja (105 laga).

Merapikan Lille yang Berantakan

Kemudian, Christophe Galtier melanjutkan petualangannya bersama Lille pada Desember 2017.

Saat itu, Lille bukanlah tim besar Perancis seperti masa lalu: mereka terlilit hutang, harus menjual banyak bintang serta bermasalah dengan pelatih sebelumnya, Marcelo Bielsa.

Musim pertama Galtier berakhir menegangkan: hampir degradasi, namun selamat berkat selisih 1 poin.

Musim kedua, bersama dengan direktur sepak bola, Luis Campos, Lille berakhir finish di peringkat 2 dan berhasil lolos ke UEFA Champions League untuk kali pertama setelah absen 7 tahun.

Campos terkenal akan kemampuannya merekrut pemain yang tepat dengan biaya yang murah.

Musim itu, Lille berhasil tampil hebat dengan Nicolas Pepe, Thiago Mendes, Anwar El Ghazi, Rafael Leao, dan Youssouf Kone.

Kemudian, semua nama di atas berhasil dijual dengan harga tinggi, total mencapai nilai sebesar 149,5 juta euro (Rp 2,3 triliun).

Berkat kejelian Campos dalam melihat potensi pemain, Lille kembali datangkan pemain muda yang murah tetapi berbakat.

Datanglah para pemain seperti Victor Osimhen, Renato Sanches, Yusuf Yazici, Timothy Weah, Benjamim Andre, Jonathan David, Sven Botman, dan Angel Gomes.

Bahkan, Gabriel Magalhaes yang dibeli Lille sebesar 3 juta euro (Rp 48 miliar), berhasil dijual kembali sebesar 32 juta euro (Rp 619 miliar).

Hal itu menunjukkan betapa jelinya Campos sebagai direktur sepak bola.

Kembali lagi ke Galtier, ia melakukan hal yang luar biasa bersama Lille.

Christophe Galtier Panen Kesuksesan di Lille

Musim pertama lolos dari degradasi, musim kedua lolos ke Champions League dan musim ketiga lolos ke Europa League.

Lille bisa saja lolos ke Champions League pada musim ketiga tetapi Ligue 1 menghentikan kompetisinya akibat pandemi virus corona.

Musim keempat adalah puncak dari karir Christophe Galtier di Lille.

Dengan kualitas skuad jauh di bawah PSG, ia berhasil membawa Lille juara Ligue 1.

Gaya permainan efektif dengan serangan cepat tanpa berlama-lama dengan bola adalah kunci Lille di bawah Galtier dengan formasi 4-4-2.

Serangan balik Lille pun terbilang mematikan.

Dari aspek non-teknis, ia adalah pelatih yang disayangi dan dihormati para pemainnya berkat pendekatannya terhadap pemain yang tergolong baik.

Meskipun begitu, Galtier langsung mengundurkan diri setelah juara Ligue 1.

Sederhananya, dalam hati yang mendalam, aku percaya bahwa waktuku di sini sudah selesai. -Christophe Galtier – BBC, Mei 2021.

Insting Galtier terbilang tepat dengan segala prestasi yang ia dapatkan di OGC Nice sejauh ini.

Walaupun begitu, Galtier belum terbukti mampu menangani ego para pemain bintang apabila kelak ia menjadi pelatih Perancis.

Akan tetapi, setidaknya, ia sudah membuktikan bahwa ia mampu membawa suatu tim bangkit dari keterpurukan dan meraih kejayaan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *