
Bermain di Uni Soviet Sebelum Pecah dan ke Ukraina
FC Dnipro bukan tim sembarangan di Eropa Timur, dahulu kala.
Tepatnya di Ukraina Timur, klub ini terletak dekat dengan sungai Dnieper yang menjadi sebuah simbol kebanggaan kota.
Sungai tersebut tepat berada di tengah Ukraina, membelah negara menjadi bagian barat dan timur.
Tim ini berdiri pada tahun 1918 di kota industri logam, Dnipropetrovsk, oleh perusahaan Petrovsky dengan nama BRIT (Brianskyi Robitnychyi Industrialnyi Tekhnikum).
Oleh karena tim ini terlalu kecil, maka ia bergabung atau melakukan merger dengan Dynamo Dnipropetrovsk.
Tim ini sempat berganti-ganti nama menjadi Petrovets, Stal dan Metalurh serta berulang kali rehat karena Perang Dunia Kedua.
Setelah kondisi perang mereda, nama Dnepr menjadi pilihan utama ketika berlaga di Liga Uni Soviet.
Seperti yang kita tahu, Uni Soviet pada akhirnya pecah dan menjadi 15 negara, termasuk Ukraina.
Sejumlah 2 gelar Liga Uni Soviet adalah prestasi yang berhasil tim ini raih dan menjadi tim terbaik kedua dari Ukraina yang berlaga di sana.
Tim terbaik di Liga Uni Soviet adalah Dynamo Kyiv yang berasal dari Ukraina dengan 13 gelarnya.
Sayangnya, hal itu tidak Dnipro tunjukkan ketika sudah berlaga di Liga Ukraina: hanya mampu 2 kali menempati peringkat 2 dan 7 kali di peringkat 3.
FC Dnipro Hampir Juara Europa League 2015
Pepatah “pisau bermata dua” adalah sesuatu yang tepat untuk menggambarkan situasi Dnipro jelang momen paling bersejarah klub.
Sejak Februari 2014, negara Ukraina dan Rusia berkonflik secara politik hingga hari ini.
April 2014, lebih dari 13 ribu jiwa melayang akibat perang antar keduanya sehingga Dnipro harus mengungsi untuk bisa bermain.
Klub tersebut akhirnya pindah sementara sejauh 480 km ke Kyiv, ibu kota Ukraina agar bisa bermain sepak bola.
Dua klub besar di Ukraina pun bahkan sampai harus bangkrut akibat konflik ini, yaitu Metalist Kharkiv dan Metalurh Zaporozhie.
Di antara semua kekacauan dan kebingungan ini, tim-tim Ukraina ternyata perlahan berprestasi di Eropa.
Shakhtar Donetsk berhasil melaju sampai babak 16 besar Liga Champions, sementara Dynamo Kyiv mampu bertahan sampai 8 besar Liga Eropa.
Namun, nama FC Dnipro justru mencuri perhatian Ukraina, Eropa atau bahkan dunia.
Meskipun tampil sejauh 480 km, tepatnya di stadion NSC Olimpiyskiy, nyatanya tempat tersebut justru memberikan dampak positif bagi klub.
Pada Liga Eropa musim 2014-2015 tersebut, Dnipro hanya kebobolan 2 gol di ‘kandang’ mereka dari babak grup hingga final.
Dnipro berhasil lolos dari fase grup sebagai runner-up di bawah Inter Milan, sementara itu 2 tim lain, Qarabag dan Saint-Etienne masing-masing berada di peringkat 3 dan 4.
Dua pemain paling top mereka saat itu, yaitu Yevhen Konoplyanka dan Nikola Kalinic berkontribusi positif dalam penyerangan.
Tim-tim besar Eropa lain macam Olympiakos, Ajax Amsterdam, Club Brugge dan Napoli yang bahkan saat itu bersama Rafael Benitez, berhasil Dnipro tundukkan dalam babak gugur.
Saat final berlangsung, Dnipro sempat unggul cepat di menit 7 melalui Kalinic, sebelum akhirnya Grzegorz Krychowiak dan Carlos Bacca buat kedudukan menjadi 2-1.
Jelang turun minum, Ruslan Rotan sempat samakan kedudukan, hingga akhirnya pada menit 77, Bacca mencetak gol kedua dan kemenangan Sevilla besutan Unai Emery.
🇪🇸 Sevilla lifted the #UEL for a 4th time #OTD in 2015, beating Dnipro 3-2 in Warsaw 🏆
👏 @SevillaFC pic.twitter.com/J3CweHs3tS
— UEFA Europa League (@EuropaLeague) May 27, 2020
Meskipun kalah, perjuangan Dnipro akan selalu dikenang sebagai kebanggaan bagi pendukungnya yang sebagian besar para pekerja logam tepi sungai Dnieper.
Penyebab FC Dnipro Menjadi Tim Amatir Hari Ini
Secara brutal, mereka harus mengakhiri masa kejayaan yang belum dimulai.
Musim depan (2015-2016) setelah masuk final Liga Eropa 2015, Dnipro masih bisa berlaga di Liga Eropa.
Barulah musibah mulai terjadi di musim 2016-2017.
Oktober 2016, Ihor Kolomoyskyi selaku pemilik klub berhenti mendanai Dnipro.
Para pemain dan staff pun tidak menerima gaji selama berbulan-bulan, termasuk manajer Juande Ramos.
Oleh karena itu, FIFA pun memberikan hukuman berupa pengurangan 12 poin dan pelarangan.
Akhir musim 2016-2017, FC Dnipro harus terdegradasi dengan gaji para pemain serta staff yang menunggak.
Memulai musim 2017-2018 dengan tim baru, sebetulnya Dnipro cukup bagus saat itu di kasta kedua.
Namun, pada 2018, FIFA justru memutuskan untuk menurunkan FC Dnipro ke Liga Amatir Ukraina yang berada pada kasta atau level piramid ke-4.
Meskipun amatir, kompetisi ini masih masuk dalam naungan asosiasi sepak bola Ukraina.
Tim amatir yang promosi ke level piramida ke-3 harus melewati proses seleksi tertentu.
Kemudian, FIFA menyatakan FC Dnipro bangkrut pada 2018 akibat beberapa klaim hukum karena gagal membayar kompensasi uang yang dijanjikan kepada pemain dan manajer.
Beberapa pemain dan pelatih memutuskan untuk pindah ke klub SC Dnipro-1, penerus FC Dnipro yang tidak resmi (berdiri sejak 2017).
Keengganan dan ketidakpedulian sang pemilik Igor Kolomiysiy akan selalu menjadi dendam tersendiri dari para penggemar, pemain dan staff FC Dnipro.
Padahal, Igor Kolomiysiy bukan orang sembarangan, dia adalah orang terkaya ke-1941 di dunia menurut Forbes tahun 2019.
Tragis memang mengingat dalam jarak 3 tahun saja, suatu tim berada di kegemilangan Eropa dan hari ini, mereka tidak lebih dari tim lokal nan amatir.
