Terbukti Jelas dalam Laga Nations League
Kemenangan Italia atas Belanda di ajang Nations League memang tidak sempurna. Walaupun begitu, hasil tersebut sudah jauh lebih baik ketimbang hasil seri dengan Bosnia-Herzegovina 3 hari sebelumnya. Melihat Gli Azzurri menguasai penguasaan bola dan tembakan ke arah gawang. Selain itu, mereka juga memaksa Belanda untuk bertahan selama hampir 80 menit. Hal-hal tersebut adalah bukti intensitas permainan yang positif dari Roberto Mancini selaku manajer tim nasional Italia.
Meskipun begitu, setelah unggul lewat Nicolo Barella, Italia sempat mengalami beberapa kesalahan di lini belakang. Masalah utama Italia adalah tidak efektifnya lini serang sehingga jarang membuat gol.
Sementara itu, Italia juga dibantu dengan buruknya penampilan Joel Veltman dan Hans Hateboer dari Belanda. Namun, kekuatan dan kedalaman lini tengah Italia juga menjadi faktor penentu.
Saat melawan Bosnia, Mancini memasang Stefano Sensi dan Lorenzo Pellegrini di belakang Barella. Namun ketika melawan Belanda, ia merotasi lini tengahnya dengan memasang Jorginho sebagai anchor, Manuel Locatelli sebagai box to box, dan Nicolo Barella yang lebih bebas. Barella dan Jorginho menunjukan permainan yang bagus, belum lagi andai nanti Marco Verratti melengkapi mereka bertiga di Piala Eropa tahun depan.
Jorginho menjadi pusat aliran serangan dengan mengatur ritme dari lini tengah yang lebih dalam. Gelandang Chelsea ini selalu membelah lini tengah Belanda dengan umpan yang tepat yang kemudian menemui Lorenzo Insigne atau Leonardo Spinazzola. Barella berhasil mencetak gol melalui sundulan kepala dengan timing lari ke dalam kotak penalti yang tepat.
Barella sering sekali melakukan high pressing dan membuat Italia bermain dengan formasi 4-2-3-1. Dengan pressing tersebut, Jorginho dipastikan tidak harus melakukan tekel atau intersep ketika Georginio Wijnaldum memegang bola. Positioning Locatelli dan pressing Barella melindungi Jorginho yang lemah dalam pergerakan tanpa bola.
Ini adalah lini tengah yang diinginkan oleh Mancini, yaitu penuh keseimbangan. Bahkan ketika ingin bermain lebih pragmatis dan lebih dalam, mereka tetap bisa melakukannya. Hal yang paling penting adalah tentang kepaduan. Pemain dengan kekuatan tertentu bisa menutupi kekurangan pemain yang lain. Ketika Locatelli bermain dengan peran box to box, Jorginho hadir di lini tengah yang lebih dalam dan Barella yang lebih mengatur ritme di depannya.
Mancini Dipusingkan dengan Banyaknya Pilihan Pemain
Mancini diberkati oleh banyaknya pilihan untuk memilih lini tengah. Misalnya, Barella dan Jorginho bisa bermain lebih dalam di jantung lini tengah. Lorenzo Pellegrini bisa bermain jauh lebih ke depan atau sebagai box to box. Stefano Sensi bisa bermain di semua lini tengah. Belum lagi ditambah dengan Marco Verratti dan Bryan Cristante yang menambah kedalaman dalam banyak peran di lini tengah.
Hal yang paling menggembirakan adalah bahwa hampir semua gelandang ini berada di usia 20-an awal. Jadi, masa depan Italia terlihat cerah. Sudah ada generasi emas di gelandang Italia, sesuatu yang sudah lama tidak terjadi.
Melihat dari penampilan ketika melawan Belanda, peran box to box sebenarnya masih menjadi dilema. Terlalu dini untuk menilai penampilan seseorang dari 1 pertandingan, tapi Locatelli bermain cukup baik di debut pertamanya untuk tim nasional Italia. Verratti yang baru saja bermain di final Liga Champions Eropa dengan PSG tentu menarik untuk dinanti ketika sudah bergabung nanti dengan Italia.
Secara keseluruhan, penampilan di Amsterdam Arena ini menjawab pertanyaan tentang bagaimana Mancini akan bermain di pertandingan besar. Penampilan Jorginho dan Barella sudah memberikan sinyal kepercayaan dari Mancini kepada mereka berdua.
Dengan melihat kosongnya 1 pos di lini tengah, tentu menarik untuk dinanti siapa yang akan Mancini pasang di sana. Setiap pertandingan akan menghadirkan lini tengah yang berbeda, tapi peran Barella dan Jorginho mungkin saja sudah dikunci. Belum lagi ditambah dengan pemain baru AC Milan yang digadang-gadang akan menjadi penerus Andrea Pirlo, Sandro Tonalli. Secara gaya bermain, Tonali mirip dengan Pirlo, yaitu sebagai deep lying playmaker dan berposisi di gelandang bertahan.
Tentu juga sedih untuk melihat nasib Nicolo Zaniolo. Tragis untuk melihat seorang pemain sudah mengalami cedera ACL di kedua lututnya saat baru berusia 21. Meskipun begitu, talenta Zaniolo sudah tidak diragukan lagi dan bisa saja dia bermain di Piala Eropa 2020 yang digeser ke tahun 2021. Dengan munculnya generasi ini, diharapkan Zaniolo bisa ambil peran di dalamnya.
Pingback: 5 Alasan Inter Milan akan Mencuri Scudetto Juventus
Pingback: Big Match Italia vs Belanda UEFA Nations League
Pingback: Berita, Fakta, dan Sejarah AC Milan vs Sparta Praha
Pingback: Seven Sisters: Era Keemasan Sepak Bola Italia dan Serie A