Connect with us

Artikel Top Peluit

Kisah Jimmy Carter, Pemain British-Asia Pertama di Premier League

Membela Dua Tim Terbesar di Inggris

Nomor punggung 7 di Liverpool digunakan oleh banyak legenda di klub Merseyside tersebut.

Mulai dari Luis Suarez, Nigel Clough, Vladimir Smicer, Peter Beardsley, Steve McManaman, Ian Callaghan, Kevin Keegan sampai Kenny Dalglish.

Maka dari itu, luar biasa ketika Dalglish yang saat itu menjabat sebagai manajer The Reds memberikan nomor 7 kepada Jimmy Carter.

Saat itu 12 Januari 1991 dan Carter baru saja resmi berseragam sang juara bertahan Inggris saat itu 2 hari yang lalu dari klub Millwall.

Pemain berposisi sayap berusia 25 tahun tersebut akan melakukan debutnya, namun tidak banyak yang tahu bahwa dia adalah pemain berketurunan India.

“Saat itu adalah salah satu momen terbaik di hidup aku dan momen-momen seperti itu yang aku idamkan sebagai seorang pemain,” kata Carter tentang dirinya diberikan nomor 7.

“Aku melihat ke belakang baju, aku melihat ke seluruh bagian baju – beberapa pemain melihat dengan senyuman. Kamu bisa bayangkan, semua pemain di ruang ganti Liverpool saat itu berasal dari banyak negara.”

“Untuk berpikir bahwa Kenny [Dalglish] akan datang dan memberikan nomor punggung 7 – anak kurus dari India yang tumbuh besar di Stoke Newington. Tidak ada yang lebih baik dari itu. Luar biasa.”

Sayangnya, karir Carter di Liverpool tidak sukses kala itu.

Dalglish tidak lama keluar dari jabatannya dan sang penerus, Graeme Souness, tidak menemukan Carter dalam rencana timnya.

Carter pindah ke Arsenal dan membuat debutnya untuk The Gunners di tahun 1992 dan menjadi pemain British berdarah Asia pertama yang bermain di Premier League.

Butuh waktu 11 tahun untuk menemukan penerus Carter di Premier League.

Dalam sepak bola Inggris, pemain berketurunan Asia sangat jarang yang bisa menembus level tertinggi.

Saat ini Carter sudah berusia 55 tahun dan sampai saat ini masih banyak yang terkejut akan latar belakang India yang dimiliki.

Kulit terang dan nama belakang Carter membuat banyak orang yang tidak menyangka.

Perjalanan Karir dan Hidup yang Panjang

Carter menjelaskan bahwa nama belakangnya datang dari moyangnya dari abad 17 di mana seorang dari London pindah ke India, menikahi wanita India dan menetap di sana.

Ayahnya, Maurice, lahir dari orang tua asal India di Kanpur dan menyekolahan dirinya di La Martiniere College, sebuah sekolah kelas atas di tahun 1845 di bawah peraturan colonial.

Maurice menjadi yatim piatu pada usia 14 tahun, tanpa keluarga sehingga ia bergabung dengan Angkatan laut India di usia 16 tahun.

“Dia mengarungi laut dan sangat mencintai olahraganya,” kata Carter.

“Dia adalah seorang petinju di Angkatan laut dan berhasil menjadi salah satu petinju terbaik. Dia bertarung sebanyak 38 kali dan tidak pernah kalah 1 kali pun.”

Jimmy Carter bermain untuk Millwall

Maurice datang ke Inggris dan menikahi wanita Inggris.

Namun, setelah dikaruniai 2 anak, pasangan ini bercerai.

Maurice berhasil mendapatkan hak asuh anak-anaknya dan membawa mereka ke Hackney, London Timur.

“Ibu kami adalah orang Inggris, namun, kapanpun ketika ayah kami bisa membeli daging, kami akan tetap memakan kari dan nasi [makanan khas India],” kata Carter.

“Ketika dia tidak bisa membeli daging, dia akan memasak telur rebus dan mencampurnya dengan saus dhal dan kami akan memakannya bersama nasi. Seperti itulah kami dibesarkan.”

“He sacrificed everything. He was a qualified City & Guilds leather technician and had job offers all over the world, but he had to put everything on hold to bring us up.

“Dia mau bekerja kasar agar kami bisa dirawat dengan baik. Dia akan menitipkan kami pukul 9 pagi dan menjemput kembali pukul 3 sore.”

“Dia mengorbankan semuanya.

Carter memiliki masa yang keras di tahun 70 dan 80an.

Menderita Tindakan rasis sudah menjadi keseharian dirinya.

Selama musim dingin di masa kecilnya, Carter akan dibangunkan oleh sang ayah untuk bermain di taman.

Sepulangnya, dia disuruh untuk mengambil susu di depan rumah seseorang untuk diminum di rumah.

Maurice juga gemar berjudi dalam pacuan kuda.

“Terkadang, dia menang dan kami akan ke Drummond Street di Euston dan makan kari serta manisan India.”

Carter direkrut oleh tim muda Crystal Palace di usia 14 tahun.

“Ketika aku dibully, aku selalu ingin menunjukan kepada orang tersebut bahwa rasis itu salah,” katanya.

“Aku selalu mengacak-acak orang tersebut di lapangan sepak bola. Itu adalah jawaban dari aku.”

“Aku tidak pernah pulang ke rumah dan menceritakan kejadian tersebut. Aku tahu, dia akan terluka.”

“Dia tahu bahwa hal tersebut terjadi karena warna kulitnya, warna kulitku dan karena itu aku dibully secara rasial dan tidak ada yang bisa aku lakukan.”

“Aku menerimanya dan cuek saja. Itu membuatku semakin termotivasi.”

“Kamu harus menunjukan kepada mereka: ‘Ya, kamu bisa memanggilku itu, tapi bocah India yang kamu coba mau tendang berhasil mengacak-acakmu [di lapangan]; kamu akan membaca hal-hal tentang aku dan menyaksikan aku bermain untuk klub-klub besar di dunia sepak bola. Begitulah caraku.”

Mimpi Carter untuk menjadi pemain pro agak terhambat ketika dirinya dilepas oleh Crystal Palace di usia 19 tahun.

Dia bekerja sangat keras kemudian di Queens Park Rangers sebelum bersinar bersama Millwall.

Bersama The Lions, Millwall, Carter berhasil menjuarai divisi kedua (format lama) di tahun 1998  di usia 22 tahun.

Bersama Teddy Sheringham dan Tony Cascarino di tim tersebut, mereka berhasil promosi untuk yang pertama kali sepanjang sejarah klub.

Namun, hanya sedikit yang tahu latar belakang Asia dalam dirinya, termasuk Sheringham.

“Kesempatan keduaku datang di Millwall,” kata Carter.

“Sepak bola sangat berbeda di masa lalu dan aku rasa tidak ada kepentingan untuk mengungkapkan latar belakang India aku – semua hanya tentang bermain”

“Hanya sedikit dari rekan tim yang tahu latar belakang Asia aku selain Teddy [Sheringham]. Aku selalu merasa disambut dengan baik di Millwall namun terkadang aku menerima komentar rasial dari tim lawan hanya karena aku terlihat berbeda.”

“Ketika kilas balik, itu hanyalah komentar yang tidak bisa pergi dariku, namun aku tidak pernah memasukkannya ke dalam hati. Untuk aku, itu hanya akan membuatku semakin bersemangat.”

“Untuk bermain di sepak bola, ketika kamu tersinggung dan ‘menggigit’ balik, kemungkinan kamu akan dipersulit. Memang itu tidak baik untuk didengar, namun itu tetap masa yang berbeda.”

“Itu semua tentang menundukkan kepala dan memastikan kamu tetap berada di tim inti untuk kebaikan karirmu.”

Carter melakukannya dengan terbukti bisa didatangkan oleh Liverpool, klub yang saat itu berstatus sebagai juara bertahan Liga Inggris..

Pemain keturunan British-Asian tidak pernah bermain lagi di Premier League sejak Michael Chopra (Newcastle United, Mei 2003) dan Zesh Rehman (Fulham, 2004).

Saat ini, hanya ada 10 British-Asian dari 4.000 pemain profesional di Inggris Raya, angka yang sangat sedikit.

Apakah pengaruh Carter tidak sanggup untuk menginspirasi pemain dengan latar belakang serupa?

“Ketika aku menandatangani kontrak dengan Liverpool, tidak pernah ada pertanyaan semacam: ‘Apakah kamu punya latar belakang Asia atau lainnya?” katanya?

“Aku sangat beruntung untuk mendapatkan kesempatan kedua di sepak bola dan apa yang tidak aku lakukan, adalah membuat perhatian yang bisa saja merugikan diriku. Tidak ada pemain Asia pada masa itu.”

“Orang masih saja berbicara mengenai bahwa orang berkulit hitam tidak suka dingin atau orang Asia terlalu kurus. Aku tidak bisa membiarkan apapun membiarkan karir saya hancur.”

“Jika aku harus menggarisbawahi latar belakang British Asia yang aku punya, mungkin aku adalah yang pertama yang bersinar dan bisa bermain untuk Liverpool dan Arsenal.”

“Itu bisa memberikan kepercayaan kepada para pemain muda di seluruh negeri bahwa mereka semua bisa. Namun, secara keseluruhan, aku tidak pernah menyesal sama sekali.”

“Ada bagian yang aku sesali di mana aku rasa aku bisa merasa lebih kuat atau meyakinkan bahwa pada saat itu aku bisa mengaku [akan latar belakang Asia] dan mengambil sorotan dunia. Namun dengan fakta seperti itu, aku bisa saja membuat diriku semakin dipandang berbeda, yang mana seharusnya tidak seperti itu. Ini bukan tentang warna kulit kamu.”

“Harus merasa benar dalam semua aspek jika kamu ingin mengungkapkan sesuatu. Ini bukan keputusan seperti: aku akan menyembunyikan rahasia ini. Bukan seperti itu.”

“Jika seseorang datang kepadaku dan berkata, “Aku berbicara kepada ayahmu kemarin, aku tidak tahu bahwa kamu adalah orang Asia’, aku akan senang jika seperti itu. Aku tidak akan menyembunyikannya.

Saat Ini Hidup Tenang di Pinggiran Ibu Kota

Karir Carter berakhir pada tahun 1999 ketika bermain untuk Millwall, setelah sebelumnya bermain di Oxford dan Portsmouth.

Saat ini, Carter bekerja sebagai komentator di radio dan bekerja di English Football League.

Carter tinggal di Hertfordshire, pinggiran London, dengan sang istri dan dua anak.

Carter masih sering membuat dhal, sama seperti sang ayahnya ketika memasak.

Jimmy Carter kecil dan sang ayahnya, Maurice

“Aku sangat bangga dengan warisan Asia dan dengan fakta bahwa ayahku juga bangga,” kata Carter.

“Semua yang aku inginkan hanyalah menjadi atlet dan menyadari semua kemampuan yang aku punya – untuk berjuang dan menjadi yang terbaik yang aku bisa serta mencapai puncak. Aku berhasil membuatnya bangga ketika dia masih hidup.

Ayah dari Carter, Maurice, meninggal pada Januari 2009.

“Melihat ke belakang, ke karirku, untuk bermain di 2 tim terbesar di dunia sepak bola – itu sangat luar biasa.”

2 Comments

2 Comments

  1. Pingback: Bintang Muda La Liga Spanyol, Dijuluki Johan Cruyff dari Cadiz

  2. Pingback: Derby della Capitale AS Roma vs S.S Lazio

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LIKE US ON FACEBOOK

P