Connect with us

Artikel Top Peluit

Maurizio Sarri: Implementasi Sarri Ball di Skuad SS Lazio

Dengan Sarri Ball, bisakah akhirnya I Biancocelesti mengejutkan Serie A dan Europa League musim ini?

Perjalanan Karir Maurizio Sarri (1/2)

Maurizio Sarri, allenatore berkebangsaan Italia yang kini melatih Lazio ini lahir pada 10 Januari 1959 di Naples.

Sarri merupakan salah satu juru taktik terkenal asal negeri Pizza yang unik karena karakter serta kemampuannya dalam melatih suatu klub.

Akan tetapi, pada awalnya Sarri tidak pernah bermain sepak bola secara profesional sejak aktif bermain dahulu.

Pelatih yang juga terkenal karena kegemaran merokoknya ini hanya bermain secara amatir sebagai seorang bek tengah di klub Figline.

Bahkan, saat memulai karir kepelatihannya di tahun 1990 bersama klub seconda categoria, Stia, Sarri juga merangkap sebagai banker.

Pada masa itu, Maurizio Sarri bekerja sebagai banker di pagi hari lalu berlanjut melatih di sore hingga malam hari.

Sarri melatih klub-klub kecil selama 15 tahun hingga akhirnya pada tahun 2005 di usianya yang ke 46 tahun, Sarri mendapatkan tawaran dari Pescara.

Sayang, Pescara yang saat itu bermain di Serie B gagal diselamatkan oleh Sarri dari jurang degradasi di akhir musim 2005-2006.

Selang semusim kemudian, Sarri kembali melatih salah satu klub Serie B lainnya, yaitu Arezzo.

Tebak, siapa pelatih yang Sarri gantikan di klub tersebut?

Antonio Conte.

Perjalanan Karir Maurizio Sarri (2/2)

Setelah itu, sang pelatih malang melintang di berbagai klub medioker Serie B, sebut saja Verona, Perugia, Grosseto, Alessandria & Empoli.

Di Empoli, klub asal kota Tuscan, Sarri sempat membawa mereka promosi ke Serie A pada musim 2013-2014 dan untuk pertama kali Sarri mencicipi Serie A.

Sayang, sang allenatore gagal menyelamatkan Gli Azzurri dari jurang degradasi pada akhir musim 2014-2015.

Melihat potensi besar dalam diri Maurizio Sarri, Salah satu tim besar Serie A menawarkan jabatan pelatih kepala guna menatap Liga Italia musim 2015-2016.

Seperti kalimat dalam buku 1932 American self-help book karangan Walter B. Pitkin, ‘‘life begin at 40”, Sarri paham betul atas kata-kata tersebut.

Karir sang pria eksentrik ini melejit di kala umurnya menginjak kepala empat.

Di usia ke 56 tahun, Sarri akhirnya pulang ke kampung halamannya dan mengarsiteki salah satu klub besar Serie A, Il Partenopei, SSC Napoli.

Awal Mula Taktik Sarri Ball (1/2)

Bersama Napoli dan skuad mewahnya, Sarri menjadi semakin leluasa mematangkan pola permainan serta formasi.

Sarri bisa menemukan pola permainan terbaiknya saat itu karena ada sosok Jorginho Frello, seorang regista & ball-winner sejati.

Melihat kualitas Jorji, Sarri mencoba sebuah game-play unik, yaitu dengan mengembangkan permainan layaknya tiki-taka milik Spanyol.

Konsep yang pada akhirnya terkenal dengan istilah Sarri Ball ini secara sederhana adalah sepak bola menyerang cepat dengan kombinasi umpan pendek & cepat.

Banyak yang berkata bahwa ini sama dengan tiki-taka, tetapi Sarri membuat permainan ini lebih vertikal dibandingkan game-set khas Pep Guardiola tersebut.

Sarri Ball lebih membutuhkan sosok deep-lying midfielder yang bertugas mendistribusikan bola secara cepat plus berposisi tepat di depan garis pertahanan.

Tujuannya agar bola tersebut cepat didistribusikan menuju pertahanan lawan.

Selain itu, sosok sentral ini juga harus berani untuk duel di lini tengah dan memiliki kemampuan ball-winner yang baik.

Permainan tersebut berhasil sang pelatih kembangkan bersama Napoli dalam beberapa musim dan membuat Napoli reguler di papan atas Liga Italia.

Awal Mula Taktik Sarri Ball (2/2)

Tiga musim di Napoli, Sarri mendapatkan kontrak dari klub Liga Inggris asal kota London, Chelsea.

Bersama The Blues, Sarri juga membawa sang metronom andalannya, Jorginho Frello ke Stamford Bridge, markas Chelsea.

Ciri khas permainan tersebut bisa dibilang sukses karena mampu membawa tim London Biru tersebut menjadi juara Europa League 2018-2019 plus runner-up EFL Cup pada tahun yang sama.

Sayang, setelah pindah dari Chelsea menuju Juventus, magis Sarri tidak banyak terlihat di klub terbaik di Italia itu.

Beberapa jurnalis mengatakan bahwa faktor keberadaan Ronaldo di dalam tim membuat Sarri menyesuaikan game-play tim terhadap top skor Serie A musim 2020-2021 itu.

Walau membawa Juventus scudetto 2019-2020, manajemen Juventus menganggap Sarri gagal untuk mengangkat performa Il Bianconeri.

Permainan raksasa Serie A asal Turin itu terlihat membosankan dan cenderung monoton plus kegagalan di berbagai kompetisi.

Pada saat itu, Juventus hanya melaju hingga babak 16 besar Liga Champions setelah kekalahan menyakitkan dari Lyon.

Kemudian, kegagalan Si Nyonya Tua di Piala Super Italia dan Piala Italia juga menjadi alasan Sarri angkat kaki dari Allianz Stadium, markas Juventus.

Namun, Sarri beralasan bahwa Juventus yang ia bina saat itu sulit untuk dilatih lebih lanjut.

Sarri Ball & SS Lazio

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh S.S. Lazio (@official_sslazio)

Lazio langsung bergegas setelah kehilangan Simone Inzaghi pada awal musim ini, pasalnya sang pelatih memutuskan cabut ke Inter Milan.

Maurizio Sarri ditunjuk untuk menangani tim Elang Ibukota, Lazio untuk musim 2021-2022 ini.

Awalnya, banyak yang meremehkan I Biancocelesti berbicara banyak pada stagione kali ini setelah kehilangan nahkoda musim lalu, Simone Inzaghi.

Sarri membuktikan bahwa permainan Sarri Ball bukan omong kosong belaka setelah dua kemenangan menyakinkan pada 2 giornata awal sehingga berhasil menjadi pemuncak klasemen.

Kemenangan atas Empoli dan Spezia masing-masing dengan skor mencolok 3-1 serta 6-1 semakin menegaskan kualitas jempolan Sarri.

Maurizio Sarri dan Lazio seakan menjadi A Match Made in Heaven.

Bahkan dalam laga melawan Spezia, menurut FotMob, Lazio memiliki ball possesion hingga 61%, xG (ekspektasi gol) 2,86 dan umpan sukses hingga 91% (632 operan)!

Hal serupa juga terjadi dalam laga pembuka melawan Empoli, di mana Luis Alberto dan kawan-kawan menciptakan 500 operan sukses (87%).

Dari statistik di atas, menunjukkan bahwa permainan Sarri Ball berjalan cukup baik bersama klub Lazio.

Sayangnya, pada pekan ketiga, Lazio mengalami penurunan dengan kekalahan 2-0 dari AC Milan di San Siro.

Meskipun begitu, Lazio masih tetap menang dari segi penguasaan bola (53%), tembakan tepat sasaran (5 berbanding 3), dan jumlah operan (465 berbanding 395).

Masih terlalu dini untuk menilai semua, namun yang jelas Napoli memiliki potensi untuk merangsek ke papan atas Serie A dan Europa League.

Akankah Lazio mendapatkan scudetto di bawah kendali Maurizio Sarri yang menawarkan game-play Sarri Ball?

Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

In Bocca Al Lupo, Maurizio!

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LIKE US ON FACEBOOK

P