Connect with us

Artikel Top Peluit

Perjuangan Alphonso Davies dari Kamp Pengungsi Hingga Juara Liga Champions

Keberuntungan yang Menaungi Perjalanan Hidup yang Berat Terdahulu

Alphonso Davies baru saja menjuarai Liga Champions Eropa bersama Bayern Munich usai mengalahkan Paris Saint-Germain di final. Terlepas dari prestasinya, pemain berusia 19 tahun tersebut memiliki jalur hidup yang berliku-liku.

Hidup tidak mudah harus dilalui bek kiri ini. Orang tua Alphonso berasal dari orang Liberia yang hidup di kamp pengungsian di Ghana. Ayah dari Alphonso adalah Debeah, dan ibunya bernama Victoria. Mereka berdua terbang dari Monrovia, ibu kota Liberia untuk menghindar dari konflik sipil yang terjadi di sana.

“Untuk bertahan hidup, kamu harus memegang sebuah pistol dan saya tidak bersedia untuk melakukan hal tersebut”, kata Debeah. “Pemandangan di sana sangat mengerikan; kamu harus melangkahi mayat untuk pergi mencari makan,” Victoria menambahkan.

Perjalanan Debeah dan Victoria berlanjut di kamp pengungsian di Buduburam yang berada di sebelah barat ibu kota Ghana, Accra. “Hidup di sana seperti dimasukan ke dalam kontainer dan kemudian membuang kuncinya jauh-jauh,” kenang Victoria. “Seperti tidak ada jalan keluar,” lanjutnya. Keberuntungan mampir ke keluarga Davies, di mana ada jalan keluar di sana, yaitu ke Kanada. “Saya tidak tahu apapun tentang Kanada atau tidak kenal siapapun dari sana, tapi saya bilang baiklah,” jelas Debeah tentang kepindahannya ke Edmonton.

Kerendahan Hati Sang Pemain Muda Bertalenta

Davies memulai sekolahnya di Edmonton pada tahun 2006. Sejak saat itu, ia sudah terbiasa memainkan bola di kakinya. Davies menjadi bagian dari Free Footie, sebuah organisasi yang menampung 4.000 anak yang kurang mampu di Edmonton untuk bermain sepak bola secara gratis.

“Alphonso adalah contoh tentang apa yang bisa terjadi ketika semuanya berjalan dengan lancar, tapi anak itu punya sesuatu yang istimewa,” terang CEO dari Free Footie, Tim Adams.

Adams merekomendasikan Davies ke Marco Bossio, seorang guru di St. Nicholas Catholic School dan direktur di akademi sepak bola. Bossio kemudian membuat laporan kepada tim sepak bola yang berlaga di MLS, Vancouver Whitecaps tentang talenta luar biasa di dalam diri Alphonso Davies.

“Davies memiliki mental yang cukup kuat untuk bermain di level yang lebih tinggi,” kata Bossio. “Saya menghubungi [Vancouver Whitecaps] di telepon, mereka mengundang Alphonso Davies untuk melakukan seleksi dan mereka melihat apa yang saya lihat.” Saat usia 14 tahun, Davies diharuskan pindah dengan jarak lebih dari seribu kilometer ke Vancouver dan sang ibu, Victoria tidak terlalu yakin akan hal tersebut.

“Saya sangat ketakutan,” kata Victoria. “Saya tahu apa yang dilakukan oleh beberapa anak muda dan saya tidak ingin hal itu terjadi kepada anak saya. Saya mencoba menunda keputusan itu sampai setidaknya usia dia ada di 16 atau 17, tapi dia berjanji kepada saya bahwa tidak akan ada yang berubah dan dia akan membuat kami bangga.

Alphonso Davies membuat debut di MLS untuk Vancouver Whitecaps di usia 15 tahun dan 8 bulan. Debutnya membuat dia menjadi pemain yang lahir di abad 21 pertama yang bermain di kompetisi sepak bola tertinggi yang ada di Amerika Serikat.

Pada tahun 2017, Davies mendapatkan kewarganegaraan Kanada dan membuatnya bisa dipilih oleh tim nasional Kanada. Seminggu setelah ia mendapatkan paspor Kanada, ia membuat debut di tim nasional. Saat Gold Cup 2017, pemain yang dulunya berposisi sebagai sayap ini menjadi pencetak gol termuda di sejarah sepak bola Kanada saat melawan Guyana Perancis.

Alphonso Davies Kini Harum di Benua Eropa Sebagai Mega Bintang

Bayern Munich mendatangkan Alphonso Davies pada musim panas 2018. Ketika usianya berusia 18 tahun, ia pindah ke Jerman.

“Kami mendatangkannya karena kami melihat ia adalah salah satu pemain terbaik di generasinya,” kata direktur olahraga Bayern, Hasan Salihamidzic. Davies kemudian membuat debut di tim utama pada bulan Januari 2019.

Posisi asli Alphonso Davies adalah sayap, akan tetapi sang pemain berusia 19 tahun ini berubah posisi menjadi bek kiri karena kecepatan dan kemampuan dribbling.

“Perkembangannya sangat fenomenal,” kata manajer Bayern Munich, Hans Flick. “Ketika kami mendatangkannya saat ia menjadi sayap, tapi ia bermain sangat bagus di posisi bek kiri.”

“Kami tidak pernah memiliki pemain seperti dia,” aku Thomas Muller. “Anda tidak sering melihat talenta muda seperti dia” kata Jerome Boateng.

“Dia tidak saja menghibur di dalam lapangan, tapi juga di luar lapangan,” kata chairman Bayern, Karl-Heinz Rummenigge.

“Kamu bisa menjadi yang terbaik, tapi apabila kamu tidak menghormati orang lain, tidak akan ada yang menyukai kami,” kata Victoria.

3 Comments

3 Comments

  1. Pingback: Mengapa Banyak Pemain Muda Amerika Serikat di Bundesliga Jerman?

  2. Pingback: 10 Pemain Muda Terbaik di Bundesliga Jerman Musim 2020-2021

  3. Pingback: Tanpa Lewandowski, Bisakah Neymar dan Mbappe Hancurkan Bayern?

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LIKE US ON FACEBOOK

P