
Sejarah Pekan Olahraga Nasional
Pekan Olahraga Nasional PON pertama kali bergulir pada 1948.
Saat itu, kota Solo di Jawa Tengah menjadi tuan rumah melalui kesepakatan forum Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI).
Beberapa cabang olahraga sukses terselenggara seperti sepak bola, basket, renang, atletik, tenis, badminton dan lain-lain.
Sebagian besar atlet-atlet yang mengikuti PON ini adalah para atlet muda yang memiliki potensi besar di kemudian waktu.
Tak ayal ajang olahraga 4 tahun sekali ini kerap menelurkan bakat-bakat baru dari berbagai cabang olahraga, tidak terkecuali sepak bola.
Sepak bola adalah salah satu cabang olahraga yang kerap menghasilkan bibit-bibit unggul yang pada akhirnya menjadi atlet profesional.
Terhitung sejak gelaran PON 2000 di Jawa Timur, banyak pemain-pemain muda berbakat yang lahir dan menjadi tulang punggung Timnas Indonesia.
Tidak menutup kemungkinan dari PON ke-20 tahun 2021 ini di Papua, kita bisa kembali menyaksikan bakat hebat para pemain sepak bola dari tanah Indonesia.
Sebelum ke sana, mari kita sedikit flashback tentang bakat-bakat hebat pengola si kulit bundar yang lahir dari Pekan Olahraga Nasional.
Siapa saja pemain-pemain tersebut?
Budi Sudarsono (Pekan Olahraga Nasional 2000)
Jauh sebelum era Andik Vermansah dan Evan Dimas Darmono, Jawa Timur pernah menyalurkan bakat besar di kancah sepak bola nasional dan internasional.
Ya, Budi Sudarsono.
Sepanjang keikutsertaan di Piala Asia, baru 2 kali Timnas meraih kemenangan. Thn 2004 saat menghadapi Qatar & thn 2007 menghadapi Bahrain.
Budi Sudarsono menjadi satu-satunya pemain yg berhasil mencetak gol pd 2 kemenangan timnas tsb.Apa lagi yg kalian ingat dari si Ular Piton? pic.twitter.com/d2EzaBtNlI
— GARAGARABOLA (@garagarabola_) August 1, 2020
Striker kelahiran Kediri, 19 September tahun 1979 ini sudah terlebih dahulu mentas di Pekan Olahraga Nasional tahun 2000.
Kala itu, Budi berseragam Jawa Timur, provinsi di mana ia tumbuh dan berkembang.
Pada pergelaran PON 2000 Jawa Timur, Budi sukses membawa Jawa Timur menyabet medali emas.
Selama gelaran PON tersebut, Budi Sudarsono mempertontonkan aksi-aksi yang luar biasa dengan tusukan, liukan serta tembakan akurat.
Aksi paling memorable adalah kala mencetak gol tunggal kemenangan Jawa Timur di partai puncak.
Kala itu, pelatih PON Jatim sekaligus legenda sepak bola Surabaya, Mustaqim berkelakar bahwa sebuah keberuntungan memilih Budi saat itu.
Budi Sudarsono sebelumnya tidak pernah terpantau oleh coaching staff hingga akhirnya sanggup membuktikan untuk menjadi andalan tim.
Selepas dari PON Jatim tahun 2000, nama Budi Sudarsono langsung terkenal seantero Indonesia, beberapa klub besar mengantri jasa ‘Si Piton’.
Tercatat Persik Kediri, Persija Jakarta, Sriwijaya FC, Persib hingga klub Malaysia, PDRM FA pernah mendapatkan service sang penyerang.
Bersama Timnas Indonesia, Budi Sudarsono juga cukup mengkilap karena ikut bermain 2 kali dalam Piala Asia 2004 serta 2007 dan AFF Cup.
Wani, Budi!
Boaz Solossa & Ricardo Salampessy (PON 2004)

Ricardo Salampessy (kiri) dan Boaz Solossa (kanan), pemain lulusan Pekan Olahraga Nasional (Kredit: Herald Makassar)
PON 2004 di Sumatera Selatan melahirkan bakat besar di cabang olahraga paling bergengsi, yaitu sepak bola.
Papua yang keluar sebagai salah satu juara di Palembang mengorbitkan dua nama yang pada akhirnya mengorbit di klub pro serta Timnas Indonesia.
Boaz Solossa dan Ricardo Salampessy adalah dua nama yang menjadi andalan Papua kala itu untuk mendapatkan gelar juara.
Memang saat itu, Papua adalah tim yang memiliki materi luar biasa, bahkan banyak dari mereka akhirnya mengecap karir profesional.
Sebut saja Ian Louis Kabes, Korinus Fingkreuw, Christian Natsir Warobay dan Gerald Pangkali.
Akan tetapi, peran Boaz Solossa dan Ricardo mendapatkan sorotan lebih banyak.
Bahkan, Boaz Solossa akhirnya mendapatkan panggilan Timnas Indonesia untuk Piala Tiger 2004 di Vietnam setelah gelaran PON usai.
Uniknya, Boaz belum memiliki klub saat itu, jadi status Boaz di skuat tim nasional adalah pemain PON Papua.
Boaz pun membawa Timnas Indonesia ke final Tiger Cup 2004 walaupun harus puas finish di peringkat kedua.
Nasib Ricardo Salampessy tidak jauh berbeda dengan Boaz.
Ricky (panggilan akrab Ricardo) mendapatkan kontrak dari Persiwa setelah PON selesai.
Semusim beselang, Ricky memutuskan hijrah ke Persipura dan menjadi legenda di tim Mutiara Hitam bersama Boaz Solossa.
Bersama Timnas, Ricky memperkuat Timnas di Sea Games 2005 Manila dan Piala Asia 2007, sebuah karir yang luar biasa di usia yang terbilang muda kala itu.
For your information, Papua keluar sebagai juara bersama dengan provinsi Jawa Timur karena saat laga berakhir dengan skor 1-1 ada gangguan non-teknis.
Saat itu, pertandingan harus berlanjut ke babak perpanjangan waktu.
Namun, karena saat itu hari sudah gelap dan Stadion Patrajaya tidak memiliki lampu, akhirnya pertandingan harus disudahi.
Sayangnya, kedua tim sudah terlanjur kecewa dan enggan melanjutkan pertandingan sehingga menuntut untuk menjadi juara bersama.
Andik Vermansah (PON 2008)
Jawa Timur yang selalu tampil mengejutkan setiap gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) cabor sepak bola kembali menelurkan pemain berbakatnya.
PON 2008 yang diselenggarakan di Kalimantan Timur saat itu mentasbihkan Jawa Timur sebagai juara cabang olahraga sepak bola.
Jawa Timur terbilang memiliki skuad yang komplit, anak asuh Aji Santoso sangat memanfaatkan keuntungan tersebut.
Pada babak final, Jawa Timur sukses mengalahkan Papua dengan skor tipis 1-0 via lesatan pemain yang bermain di Persebaya saat ini, Rendi Irwan.
Akan tetapi, nama yang selalu akan terkenang adalah seorang anak muda berusia 17 tahun yang menyisir dari sisi flank Jawa Timur, Andik Vermansah.
Tidak salah memang coach Aji Santoso memberikan kesempatan Andik untuk bergabung ke dalam skuat kala itu.
Bakat dan potensinya akhirnya membawa Andik Vermansah berseragam klub-klub besar di Indonesia dan Malaysia.
Ya, setelah memutuskan hengkang dari Persebaya pada akhir musim 2013, Andik muda menerima pinangan Selangor untuk musim 2014.
Empat tahun Andik habiskan bersama Tim Gergasi Merah dan sukses mengantarkan tim kuat Malaysia itu menjuarai Piala Malaysia 2015.
Setelah berpetualang di Malaysia, Andik memutuskan pulang ke Indonesia pada Liga 1 2019 dengan memperkuat Madura United selama satu musim.
Sekarang, Andik mantap bermain bersama Bhayangkara FC dan sukses membawa The Guardian bercokol di papan atas klasemen sementara Liga 1 2021.
Bayu Gatra (PON 2012)
Gagal menjuarai cabang olahraga sepak bola saat menjadi tuan rumah 2008, Kalimantan Timur (Kaltim) mempersiapkan timnya dengan amat apik.
Pekan Olahraga Nasional 2012 yang terselenggara di Riau membuat tim Kalimantan Timur berhasrat untuk membalas kegagalan 4 tahun silam.
Anak asuh Rudy William Keltjes itu tampil spartan sepanjang kejuaraan dan sukses menembus babak final dan berhadapan dengan PON Sumut.
Pada babak final, Bayu Gatra Sanggiawan tampil sangat cerdas dan luar biasa dengan menjadi motor serangan Kalimantan Timur.
Beberapa kali aksinya membuat lini pertahanan Sumatera Utara kalang kabut.
Babak final yang harus ditentukan melalui perpanjangan waktu akhirnya mentasbihkan Kalimantan Timur sebagai juara.
Gol di menit ke-105 oleh Loudry Meilana Setiawan menjadi pembeda dalam laga dramatis tersebut.
Tidak hanya Bayu Gatra, tetapi beberapa pemain PON Kaltim mendapatkan kontrak profesional dari berbagai klub di Liga Indonesia.
Salah satunya adalah striker jangkung Lerby Eliandry Pong Babu yang mendapatkan kontrak dari Persisam Putra Samarinda.
Kemudian, ada pula nama gelandang bertahan Persis Solo saat ini, Sandi Sute yang mendapatkan kontrak profesional dari Persisam Putra.
Asnawi Mangkualam & Nurhidayat (PON 2016)
PON 2016 Jawa Barat cabor sepakbola mempertemukan tim tuan rumah, Jawa Barat dengan Sulawesi Selatan di stadion Si Jalak Harupat.
Jawa Barat memang sukses menjuarai cabor sepakbola, hal yang wajar karena mereka merekrut pemain yang sudah berkecimpung di Liga Pro.
Sebut saja Deden Natshir, Abdul Aziz Luthfi, Gian Zola Nasrulloh, Febri Hariyadi hingga Henhen Herdiana.
Akan tetapi, hal yang menarik adalah sang lawan, Sulawesi Selatan, menampilkan dua pemain muda di sektor pertahanan mereka.
Ya, Nurhidayat Haji Haris sebagai bek tengah berkolaborasi dengan Asnawi Mangkualam di sisi bek sayap.
Uniknya, keduanya saat itu masih berusia 17 tahun.
Sebuah potensi luar biasa yang akhirnya membawa mereka ke jenjang lebih tinggi, yaitu karir profesional dan karir di Timnas Indonesia.
Nurhidayat Haji Haris setelah gelaran PON memperkuat PSM Makassar di Liga 1 2017.
Namanya semakin melambung ketika menerima tawaran kontrak dari Bhayangkara FC pada 2018 serta menjadi tulang punggung Timnas Indonesia U-19 hingga U-22.
Saat ini, Dayat (panggilan akrab Nurhidayat Haji Haris) memperkuat salah satu klub Liga 2, PSG Pati.
View this post on Instagram
Sedangkan Asnawi Mangkualam Bahar setelah PON berakhir juga bergabung dengan PSM Makassar pada Liga 1 2017.
Bahkan pada awal musim 2021, Asnawi sudah bermain di second tier (divisi kedua) Liga Korea bersama Ansan Greeners.
