
Tiga Poin Pertama Pochettino yang Penting
Setelah satu minggu bersama Paris Saint-Germain, sang pelatih asal Argentina masih punya banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Baru seminggu Mauricio Pochettino menjadi pelatih kepala PSG.
Dengan 7 hari yang sibuk serta 2 pertandingan sudah dimainkan, ditandai pula awal era Pochettino.
“Kemenangan hari ini memuaskan!” kata sang manajer.
Pochettino baru saja menang pertama kali bersama Paris Saint-Germain (3-0 melawan Brest) setelah sebelumnya seri 1-1 melawan Saint-Etienne.
Kedua pertandingan adalah ajang Liga Perancis, yaitu Ligue 1.
Pertandingan melawan Brest tidak mudah, “anak-anak tidak takut dengan apapun”, kata Gautier Larsonneur, kiper Brest.
“Skor tidak mencerminkan pertandingan,” lanjut Larsonneur.
Secara keseluruhan, Brest memiliki 12 peluang mencetak gol, sedangkan PSG 22.
Pochettino bisa saja mendapatkan trofi pertamanya pada Kamis (14/01) dini hari waktu Indonesia ketika berhadapan dengan Marseille dalam ajang Trophée des Champions.
PSG di era Pochettino menerapkan pressing yang sangat tinggi.
Imbasnya, Keylor Navas selaku kiper kerap kesibukan menghalau serangan lawan karena sering mendapatkan counter attack atau serangan balik.
“Setelah beberapa hari bekerja bersama dan dua pertandingan, tentu ada kepuasan tersendiri” kata Pochettino.
“Pertama tentu saja usahanya, kemudian keterlibatan para pemain dan para staf yang terbuka tentang ide baru [tentang gaya bermain” lanjut mantan manajer klub Inggris, Tottenham Hotspur.
“Masih terlalu dini [untuk menilai Pochettino], Mauricio baru saja datang,” kata manajer lawan, Olivier Dall’Oglio.
“Dia masih harus melihat situasi, melihat para pemain dan tentu saja tidak semua pemain atau staf adalah orang pilihannya, jadi harus sabar menunggu.”
“Ini benar untuk semua pelatih: kamu harus mengobservasi sebelum benar-benar melakukan aksi. Jadi, sabarlah!”
Dampak Pandemi Covid-19
Terkait paruh kedua musim ini, Pochettino mengaku ada sedikit kelelahan akibat dari pandemi covid-19 ini.
“Kamu bisa melihat pada suatu titik di pertandingan, ada penurunan intensitas.”
Berkat masa-masa yang sulit ini, hampir semua klub di Eropa bahkan dunia terganggu persiapan pra-musimnya.
“Itu adalah hal yang sedang kami kembangkan dan kami tahu ini adalah satu dari beberapa poin yang harus kami kembangkan.”
Verratti Menjadi Otak Permainan
Selama berkarir, Marco Verratti kerap bermain di posisi gelandang tengah atau gelandang bertahan.
Kini, di bawah Pochettino, playmaker asal Italia ini bermain lebih ke gelandang serang.
Sudah 2 pertandingan dimainkan PSG era Pochettino, formasi yang dipakai adalah 4-3-3 atau dengan variasi 4-2-3-1.
Verratti berposisi di gelandang serang dengan peran playmaker dengan tujuan mengatur ritme serangan atau membuat peluang.
Saat seri 1-1 melawan Saint-Etienne, Verratti berhasil membuat assist di posisi sangat tinggi, di depan gawang lawan.
Situasi tersebut masih harus menunggu sampai kembalinya Neymar dan Rafinha, pemain dengan posisi asli sebagai gelandang serang.
Saat menang melawan Brest, Angel Di Maria mengakhiri pertandingan dengan berada di posisi gelandang serang dan berperan sebagai nomor 10.
“Ada hal-hal yang harus dikembangkan di pertandingan kami, mari berharap ini terus berlanjut,” kata Pochettino.
Marquinhos dikenal sebagai bek tengah kelas dunia, namun dalam beberapa tahun terakhir posisinya diubah sebagai gelandang bertahan.
Di era Pochettino, Marquinhos kembali ke posisi semula, yaitu bek tengah.
“Dia secara definitif adalah pemain bertahan, namun aku tidak ingin menjadi budak dari kata-kata saya,” katanya.
Artinya, Pochettino tidak mengesampingkan kemungkinan Marquinhos kembali ke gelandang bertahan.
“Kami”, Bukan “Aku”
Dalam hal komunikasi publik, Mauricio Pochettino terlihat bulat dalam pemilihan kata-kata.
Dengan tersenyum dan terlihat ramah, Pochettino berbicara bahasa Spanyol dengan sang asisten, Miguel D’Agostino sebagai penerjemah.
Jika pertanyaan dilontarkan dalam bahasa Inggris, Pochettino akan menjawab dengan bahasa Inggris.
Anak-anaknya, Sebastiano, Jesus Perez dan Toni Jimenez juga menjadi bagian dari tim kepelatihan.
Gianluca Spinelli selaku pelatih pelatih kiper juga menjadi bagian dari tim kepelatihan Pochettino.
Pochettino sangat jarang menggunakan kata “aku”, melainkan lebih sering dengan “kami”.
Hal tersebut sangat positif mengingat bisa meningkatkan moral ruang ganti.
Punya Kenangan dengan PSG
Mauricio Pochettino adalah pemain Paris Saint-Germain dari Januari 2001 sampai akhir musim 2002-2003 dengan catatan 95 pertandingan dan 6 gol.
Mantan bek tengah itu beberapa kali terlihat bahagia kembali ke klub yang pernah ia bela sebagai pemain di konferensi pers.
“Ini adalah mimpi yang jadi kenyataan,” kata dirinya.
“Sangat istimewa untuk kembali ke Par des Princes 18 tahun kemudian,” usai laga melawan Brest.
Ia juga berterima kasih kepada para penggemar atas spanduk dan sambutan hangat.
Masa lalu di PSG semakin menambah bumbu-bumbu pertemuan dengan rival berat PSG, yaitu Marseille dalam pertemuan di Kamis (14/01) dini hari waktu Indonesia.
“Ini adalah derby, yang dimainkan dengan para pelatih, serta gairah dan semangat yang tinggi. Aku punya kesempatan beberapa kali bermain di laga ini dan selalu menikmatinya. Sangat sedih karena para pendukung tidak bisa datang ke stadium karena akan selalu ada atmosfer yang istimewa.”
Andai menang di laga nanti, ini bisa menjadi gelar pertama bagi Pochettino sebagai manajer atau pelatih kepala.
Bisa Saja Upgrade Prestasi usai Dari Tottenham Hotspur
Pochettino dikenal sebagai pelatih yang bisa mengubah gaya bermain suatu tim menjadi menarik.
Hal tersebut sangat menonjol kala ia menukangi Spurs.
Dengan materi pemain yang tidak sebagus tim big 6 lainnya, Pochettino berhasil mengubah The Lilywhites menjadi kekuatan baru di Inggris, bahkan Eropa.
Beberapa kali, Spurs bersaing untuk menjadi juara walaupun akhirnya belum ada yang berhasil.
Puncaknya bisa dibilang pada musim 2018-2019 di mana Pochettino berhasil membawa Spurs masuk ke babak final UEFA Champions League, meskipun kalah dari Liverpool.
Sebenarnya gaya bermain atraktif, menyerang dan menghibur ala Pochettino sudah mulai terlihat di Espanyol, ketika ia menjadi manajer di sana.
Hal tersebut ditingkatkan dirinya di Spurs.
Musim 2020-2021 lalu, PSG dengan materi skuad yang ada, berhasil melaju sampai babak final UEFA Champions League bersama sang manajer Thomas Tuchel, meskipun kalah dari wakil Jerman, Bayern Munich.
Andai Pochettino berhasil menerapkan hal yang serupa di Spurs bersama Paris, bukan tidak mungkin PSG akan menjadi kekuatan yang mengerikan di dunia sepak bola Eropa.
Bisa jadi, PSG akan menjuarai UEFA Champions League musim 2020-2021 ini andai Pochettino berhasil menyatupadukan kesebelasan ini dengan berbagai aspek yang dibutuhkan.

Pingback: 15 Transfer Pemain Bulan Januari Terbaik Sepanjang Masa
Pingback: Nicolo Barella Bersinar untuk Inter Milan
Pingback: 8 Alasan Atletico Madrid akan Juara La Liga Spanyol