
Berawal Dari Bisnis Kedua Kota
Liverpool akan menjamu kedatangan Manchester United dalam lanjutan Premier League Inggris, pada Minggu (17/01) malam.
The Reds yang berstatus sebagai juara bertahan, kini terpaut 3 poin dari sang pemuncak klasemen sementara, The Red Devils.
Laga ini menarik, selain karena big match di papan atas, duel kedua tim dikenal sebagai North West Derby.
Meskipun keduanya tidak berada dalam satu lingkup daerah yang dekat, namun persaingan keduanya tetap bisa terjadi.
Sesudah masa Revolusi Industri, kedua kota ini dikenal sebagai daerah yang kuat secara ekonomi.
Liverpool dikenal sebagai kota yang produktif sebagai wilayah pelabuhan, sedangkan Manchester adalah tempat penghasil tekstil terbaik pada zamannya.
Kerja sama kedua kota ini dalam merajut penghasilan bagi masing-masing penduduknya berjalan dengan harmonis.
Namun, semua itu perlahan surut akibat The Great Depression atau Depresi Besar yang melanda Inggris Raya.
Kota Manchester menuding bahwa Liverpool menjadi salah satu penyebab runtuhnya perekonomian akibat penetapan biaya yang tinggi untuk menggunakan pelabuhan mereka.
Kemudian, Manchester membangun sendiri kanal serta pelabuhan di kotanya pada 1894 untuk mendistribusikan produk mereka ke seluruh dunia.
Secara tidak langsung, perekonomian kota Liverpool terguncang hebat akibat berpisah dengan Manchester dan masyarakatnya, yaitu Mancunian.
Masyarakat Liverpool atau yang biasa disebut dengan Scouser menuding kota Manchester sebagai biang kerok kekacauan kota mereka.
Mulai saat itu, Mancunian dan Scouser memiliki kebencian tersendiri akan sejarah masa lalu mereka.
Berkompetisi di Luar Sepak Bola
Selain sepak bola, Manchester dan Liverpool juga bersaing di bidang hiburan yang menjadi gaya hidup.
Kedua kota dikenal sebagai tempat dari banyak musisi hebat, mulai dari The Beatles dan Gerry and the Pacemakers dari Liverpool, sampai Joy Division, Oasis dan The Stone Roses dari Manchester.
Hal tersebut memicu perdebatan kota mana yang bisa disebut sebagai ‘ibu kota musik di daerah utara’.
Namun, kedua kota belum lagi memproduksi musisi hebat seperti zaman dahulu kala, justru lebih banyak musisi underground.
Selain musisi, kedua kota ini juga menjadi tempat kelahiran banyak komedian dan aktor komedi.
Manchester punya nama-nama seperti Steve Coogan, Jason Manford dan Caroline Aherne.
Kedua kota juga dikenal sebagai kota kelas pekerja sehingga memicu persaingan tersendiri di antara kedua masyarakat.
Kekacauan Suporter Pertama di Inggris
Pada tahun 1985, Manchester United yang saat itu masih ditangani oleh manajer Ron Atkinson, bertandang ke Anfield Stadium untuk bertemu Liverpool dalam ajang Liga Inggris.
Pada pertemuan itu, terjadi serangan gas air mata di antara suporter.
Di musim yang sama, tepatnya pada ajang semifinal FA Cup, kedua tim kembali bertemu.
Kali ini, dua penggemar ditusuk beserta dua polisi cedera.
Selain itu, flare juga ditembakkan ke tribun pendukung Manchester United.
Berkat rentetan kekerasan tersebut, Inggris melarang penggunaan bahan kimia apapun untuk masuk ke dalam stadion sampai sekarang.
Selain itu, memang kedua fans ini saling benci.
Fans Liverpool tidak bisa akur dengan fans Manchester United, begitupun sebaliknya.
Pada musim 2015-2016, pada leg kedua babak 16 besar Liga Eropa, kedua tim ini bertemu di Old Trafford.
Bentrokan sempat terjadi antara kedua fans di tribun walaupun akhirnya bisa diredam oleh pihak berwajib.
Masih banyak kejadian di luar stadion baik di pinggir jalan, maupun di tempat lainnya di mana masih cukup terjadi perkelahian antar penggemar.
Hal ini menunjukkan sebesar apa rivalitas fans kedua tim ini.
Rivalitas Sepak Bola Kedua Klub
Meskipun keduanya tidak bisa dibilang sebagai derby lokal karena wilayah yang dekat, namun keduanya punya sejarah yang panjang di dalam lapangan.
Kesuksesan adalah jalan yang ditempuh kedua tim untuk bisa dibilang sebagai derby.
Salah satu pemantik rivalitas adalah pertandingan pertama Old Trafford ketika baru dibangun.
Kala itu, Manchester United selaku tuan rumah mengundang sang tamu, Liverpool untuk pertandingan persahabatan.
Pertandingan berjalan ketat dan banyak drama terjadi.
Pada akhirnya, peluit panjang ditiupkan dan skor tertulis 3-4 untuk kemenangan Liverpool.
Kemudian pada tahun 1945, seorang pemain Liverpool yang baru pensiun sebagai pemain, memutuskan untuk menjadi manajer Manchester United.
Dia adalah Sir Matt Busby.
Padahal, Sir Matt Busby ingin menjadi manajer Liverpool, namun tidak menemukan kesepakatan dengan sang klub perihal kekuasaan mengatur tim.
Seperti yang kita tahu, Sir Matt Busby menjadi legenda di Manchester United dengan berhasil meraih 5 gelar liga, 2 FA Cup, 5 Charity Shield dan 1 gelar European Cup (sekarang UEFA Champions League).
Manajemen Liverpool berhasil move on dengan mendatangkan manajer Bill Shankly pada 1959 yang kemudian menjadi legenda di sana.
Pasalnya, 3 gelar Liga Inggris, 2 gelar FA Cup, 4 gelar Charity Shield dan 1 gelar UEFA Cup (sekarang Europa League) berhasil direngkuh di masanya.
Berlanjut pada 1974, Liverpool menunjuk Bob Paisley sebagai suksesor Shankly.
Tidak kalah sukses, Paisley memberikan 20 trofi untuk Liverpool dalam jangka waktu 9 musim.
Paisley memberikan 6 gelar Liga Inggris, 3 League Cup, 3 European Cup, 1 UEFA Cup, 1 UEFA Super Cup dan 6 Charity Shield untuk The Reds.
Sebagai rival abadi, Manchester United mendatangkan manajer baru asal Skotlandia, yaitu Alex Ferguson di tahun 1986.
Selama 27 tahun menjadi manajer The Red Devil, Alex Ferguson berhasil memberikan 38 trofi untuk Manchester United.
Sampai hari ini, kedua tim masih saling bersaing untuk menjadi yang terbaik di Inggris.
Sebagai penggemar sepak bola, kita diuntungkan dengan tontonan menarik dari persaingan ketat keduanya.

Pingback: Naomichi Ueda Resmi Dipinjam oleh Nimes
Pingback: Nicolo Barella Bersinar untuk Inter Milan