
Derby Karena Prestasi?
Dalam 27 musim terakhir Bundesliga, 23 di antaranya dimenangkan oleh Bayern Munich dan Borussia Dortmund.
Dominasi Bayern tentu sudah tidak perlu dipertanyakan, di mana 18 gelar di antaranya menjadi milik Die Bavarian.
Sejak Bundesliga berdiri di tahun 1963, Bayern Munich sudah juara sebanyak 11 kali sampai tahun 1990.
Sementara itu, pada masa itu, Borussia Dortmund belum memiliki gelar sama sekali, bahkan jarang berada dalam kejar-kejaran untuk gelar Bundesliga.
Bahkan, Dortmund sempat berada di kasta kedua selama 2 musim dari 1974 sampai 1976.
Namun, sebetulnya, publik Jerman sendiri lebih mengenal Klassiker yang asli dalam duel antara Borussia Monchengladbach dengan Bayern Munich.
Dari 9 musim terhitung 1969-1970 sampai musim 1976-1977, total Gladbach meraih 5 gelar Bundesliga dengan 4 sisanya diambil oleh Bayern Munich.
Persaingan Panas di Dalam Lapangan
Rivalitas akhirnya mulai berkembang di era 1990an, di mana reputasi Dortmund perlahan berkembang menjadi pesaing Bayern untuk juara Bundesliga.
Alhasil, 2 gelar Bundesliga berhasil diraih Dortmund pada 1994-1995 dan 1995-1996, 2 musim beruntun.
Pada tahun 1996, saat pertandingan kedua tim sedang berlangsung, kapten Bayern Munich saat itu, Lothar Matthaus menuduh Andreas Moller, rekan di tim nasional Jerman sekaligus pemain Dortmund, sebagai ‘anak cengeng’.
Matthaus membuat gerakan meledek Moller dengan gestur membersihkan air mata.
Moller bereaksi dengan cara menampar Matthaus saat itu juga.
Tensi semakin meninggi berkat di musim itu, Dortmund berhasil menjuarai UEFA Champions League yang finalnya diadakan di Olympiastadion, markas Bayern saat itu.
Musim depannya, tensi semakin memanas usai Bayern mendatangkan Ottmar Hitzfeld, pelatih Dortmund saat itu.
Musim depannya lagi, tepatnya 1998-1999, tensi kembali memanas saat bertemu di ajang Bundesliga.
Pada pertandingan itu, Oliver Kahn, kiper legendaris Bayern Munich, terlihat berusaha menendang tendangan kungfu kepada Chapuisat dan menggigit kuping Heiko Herrlich.
Awal tahun 2000an, kedua tim masih terbilang sukses di Jerman.
Bayern Munich berhasil menjuarai Champions League sebanyak 2 kali, sementara Dortmund sekali di 2001-2002.
Rekor permainan dengan tindakan indisipliner terburuk di Bundesliga jatuh ke pertandingan keduanya.
Pada tahun 2001, 11 kartu kuning dan 3 kartu merah keluar di pertandingan antara Bayern dan Dortmund, sampai saat ini masih menjadi rekor dengan tingkat indisipliner terburuk.
Final DFB Pokal 2008 (19 April) mempertemukan Bayern dengan Dortmund untuk yang pertama kalinya sepanjang sejarah.
Pertandingan berjalan dramatis selama 90 menit di mana Luca Toni sempat mencetak gol di menit 11 sebelum Mladen Petric menyamakan kedudukan di menit 90+2.
Pertandingan dilanjutkan dengan babak tambahan 30 menit.
Akhirnya, penyerang asal Italia, Toni mencetak gol kedua sekaligus gol kemenangan Bayern Munich di menit 103.
Bayern Membantu Dortmund Bangkit dari Kebangkrutan
Meskipun penuh dengan kisah kesuksesan di dalam lapangan, nyatanya Dortmund pernah hampir bangkrut.
Dortmund juga terpaksa menjual stadion mereka karena dalam krisis keuangan.
Para pemain juga menerima pemotongan gaji 20%.
Dalam kondisi keuangan yang tidak menentu, Bayern membantu meringankan beban Dortmund dengan cara meminjamkan 2 juta euro pada tahun 2004.
Mungkin, kalau tidak dibantu, bisa jadi saat ini kita tidak bisa menikmati panasnya persaingan di Der Klassiker ini.
Kebangkitan Dortmund
Awal tahun 2010an, Dortmund datang dengan skuad yang berkualitas.
Para pemain seperti Mats Hummels, Mario Gotze, Shinji Kagawa dan Robert Lewandowski berhasil membawa Dortmund untuk meraih gelar Bundesliga 2 kali secara beruntun di 2011 dan 2012.
Dortmund memastikan gelar Bundesliga 2011-2012 di kandang mereka sendiri ketika berhadapan dengan Bayern Munich.
Saat itu, kiper Manuel Neuer dilempari pisang oleh para fans Dortmund.
Pada musim yang sama, untuk yang pertama kalinya sepanjang sejarah Dortmund, mereka berhasil mengalahkan Bayern 2 kali dalam 1 musim.
Bayern dikalahkan dengan skor 5-2 di final DFB Pokal 2012 di mana Robert Lewandowski mencetak hattrick di laga tersebut.
Dengan sang pelatih Jurgen Klopp, Dortmund menjadi salah satu penantang serius di Jerman serta Eropa saat itu.
Der Klassiker di Final Champions League
Setelah kalah dari Chelsea di final Champions League tahun 2012, Bayern kembali ke final kompetisi yang sama tahun 2013.
Dortmund menjadi lawan Munich saat itu.
Keduanya masuk ke final dengan modal menyingkirkan wakil Spanyol di semifinal, di mana Dortmund memulangkan Real Madrid, sementara Barcelona gugur dari Bayern.
Stadion Wembley di Inggris menjadi saksi final “All German” pertama sepanjang sejarah.
Arjen Robben mencetak gol dramatis di menit 89 untuk memastikan gelar jatuh ke tangan Die Bavarian.
Bukan Derby Tradisional
Nama Der Klassiker sendiri diambil karena terinspirasi dari kata yang serupa, misalnya El Clasico di Spanyol atau Superclasico di Argentina.
Selebihnya, rivalitas ini tidak sepanas seperti Old Firm di Glasgow, North-West di Inggris atau Revierderby.
El Clasico di Spanyol sangat kental dengan unsur politik, sosial dan budaya.
Real Madrid mewakili pihak nasionalisme, konservatif dan sentralisasi perekonomian di ibukota.
Sementara itu, Barcelona memposisikan mereka sebagai bangsa Catalan yang progresif.
El Clasico terkadang menjadi kendaraan bagi perbedaan agenda politik di dalam lapangan.
Superclasico di Argentina berkaitan dengan perbedaan kelas sosial, di mana Boca Junior lebih dikenal sebagai kelas pekerja sementara River Plate dari kalangan menengah ke atas.
Old Firm di Skotlandia antara Celtic dan Rangers terbagi karena pandangan religius dan agama.
AC Milan – Inter Milan, Liverpool – Manchester United atau Dortmund – Schalke adalah contoh derby lain yang berbahan bakar rivalitas satu daerah atau adu gengsi prestasi.
Banyak argumen yang menilai bahwa Der Klassiker ini adalah rivalitas atau derby yang dibuat-buat saja demi menaikan pamor atau gimmick marketing dari Bundesliga, liga yang tidak lebih populer ketimbang Premier League, La Liga atau Serie A.
Meskipun tidak memiliki latar belakang sosial dan politik seperti rivalitas sepak bola lain di dunia, namun Der Klassiker masih wajib untuk diperhitungkan karena tingkat kompetitifnya termasuk tinggi.

Pingback: Jelang Lawan Porto, Juventus Tidak Ingin Ulangi Kejadian Benfica 2014
Pingback: Mengapa Liverpool Kalah Terus & Bisakah Mereka Lolos?
Pingback: 5 Alasan Barcelona akan Menang dan Menyingkirkan Paris Saint-Germain
Pingback: 10 Transfer Pemain Terburuk di Premier League Musim 2020-2021