
Berbagi Keluh Kesah dengan Sang Adik
Toni Kroos menyebutkan bahwa FIFA dan UEFA memperlakukan para pemain sepak bola seperti “boneka” dengan cara membuat banyak turnamen baru antar klub dan level internasional antar negara.
Kroos telah bermain untuk Jerman di ajang UEFA Nations League, sebuah kompetisi yang dibuat 2 tahun lalu untuk menggantikan laga persahabatan di jeda internasional yang dinilai kurang greget.
Piala Dunia Antar Klub atau FIFA Club World Cup juga sudah diekspansi menjadi lebih besar dan ada wacana untuk pembuatan liga baru bernama European Super League yang akan dibentuk beberapa tahun lagi.
Gelandang Real Madrid dan mantan pemain Bayern Munich di Bundesliga Jerman, Toni Kroos sangat menentang penambahan jadwal lagi untuk pertandingan sepak bola, di mana untuk saat ini pun jadwal sudah sangat padat.
“Dengan segala penemuan baru ini, kita semakin terlihat hanya menjadi boneka dari FIFA dan UEFA” kata pemain tim nasional Jerman ini.
“Banyak kompetisi baru tersebut dibuat untuk menguras semua yang dimiliki oleh setiap pemain secara fisik dan mendapatkan uang sebanyak mungkin yang bisa didapatkan” lanjutnya.
“Ketika beberapa hal berjalan dengan baik-baik saja, maka biarkanlah seperti itu.”
Toni Kroos berbicara sebebas itu di sebuah podcast bernama Einfach mal Luppen.
Podcast tersebut dimiliki oleh Toni Kroos bersama dengan adik kandungnya yang juga pemain sepak bola profesional, Felix Kroos.
Dalam episode 11 November 2020 berjudul “Kollege Hampelmann und die Jubelheinis” tersebut, Toni Kroos juga mengkritik selebrasi para pemain sepak bola.
Pierre-Emerick Aubameyang dan Antoine Griezmann disindir karena melakukan selebrasi yang dirasa oleh Toni Kroos konyol.
Buah dari ucapan itu adalah cekcok antara Toni Kroos dan Pierre-Emerick Aubameyang di media sosial Twitter.
Dalam perselisihan di Twitter itu, Mesut Ozil ikut membela Pierre-Emerick Aubameyang.
Baca juga: Seven Sisters: Era Keemasan Sepak Bola Italia dan Serie A
European Super League, Rencana Turnamen Antar Klub Besar di Eropa yang Kontroversial
Laporan dari Der Spiegel di tahun 2018 mengungkapkan ada sebuah dokumen yang berisikan tentang rencana European Super League.
Dalam laporan tersebut, 11 klub dicantumkan sebagai penggagas ide ini atau sebagai founding fathers.
Klub yang dimaksud adalah Manchester United, Manchester City, Liverpool, Arsenal, Chelsea, Real Madrid, Barcelona, Juventus, AC Milan, Paris Saint-Germain dan Bayern Munich.
Selain itu, 5 klub akan menjadi tamu undangan, yaitu Borussia Dortmund, Atletico Madrid, Inter Milan, Roma dan Marseille.
Setiap musimnya, 5 klub undangan tersebut akan diganti.
Total, ada 16 klub yang berlaga di European Super League tiap musimnya.
Sistem kompetisi European Super League adalah setengah kompetisi di mana 16 tim akan dibagi menjadi 4 grup dengan rincian 4 tim setiap grupnya.
Tim yang lolos babak grup akan bermain di fase gugur untuk mendapatkan trofi juara.
Untuk sistem promosi dan degradasi, belum ada kepastian dalam blueprint tersebut.
Rencananya, European Super League akan berjalan paling cepat setidaknya tahun 2021
Banyak opini yang bilang bahwa kompetisi ini adalah jawaban atas mudah ditebaknya pemenang dalam laga-laga Champions League.
Namun, pembentukan European Super League ini disinyalir hanya untuk meningkatkan pendapatan semua klub yang terlibat.
Belum terlalu jelas juga mengenai bagaimana imbas European Super League ini terhadap kompetisi lokal dan kompetisi antar klub di Eropa yang sudah ada, seperti Champions League atau Europa League.
Namun, yang jelas European Super League ini dinilai akan merusak ekosistem liga-liga lokal, Champions League dan sepak bola pada umumnya.
Menurut kamu, apakah European Super League ini adalah ide yang bagus atau justru hanya akal-akalan para pemegang modal saja untuk mengeruk lebih banyak uang?

Pingback: Penjelasan Lengkap Sistem Liga Super Eropa, European Super League
Pingback: Liga Super Eropa: Big 6 Inggris Mundur, UEFA Tawar Uang Lebih Banyak